Kamis, 28 November 2013

Meng-athaf-kan dengan WASHL (ilmu ma'ani)



WASHL

A.    Pengertian Washl

Washl menurut bahasa artinya menghimpun atau menggabungkan. Sedangkan menurut istilah ilmu balâghah adalah,
الوصل هو عطف جملة على أخرى بالواو
Meng-'athaf-kan suatu kalimat dengan kalimat sebelumnya dengan menggunakan huruf 'athaf.
Washl merupakan kebalikan dari  fashl.

B.     Tempat-tempat Washl

Penggabungan dua kalimat mesti menggunakan huruf 'athaf و', apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a)      Dua jumlah yang memiliki hubungan di dalam hukum I’rob.
Jika suatu kalimat digabungkan dengan kalimat sebelumnya dan kedua kalimat tersebut sama hukumnya,  maka mesti menggunakan huruf 'athaf ' و'.
Contoh:
و حُبُّ العيشِ أَعْبَدَ كلَّ حُرِّ # و علَّمّ ساغِبًا أكْلَ المُرَارِ  (a)
“cinta kehidupan itu memperbudak setiap orang merdeka & mengajarkan orang lapar untk makan tumbuh-tumbuhan yang pahit”

Pada kalimat pertama “أَعْبَدَ كلَّ حُرِّ”, memiliki kedudukan dalam I’rob sebagai khobar dari mubtada’ yang jatuh sebelumnya yaitu “حُبُّ العيشِ”, dan pada kalimat kedua “أكْلَ المُرَارِ عَلََّمَّ ساغِبًا ” juga berkedudukan sebagai khobar.

والله يُحْيِ و يُمِيْتُ (b)
“Allah lah yang menghidupkan dan yang mematikan” - ali-imron :156-
Pada kalimat di atas “يُمِيْتُdan “يُحْيِmemiliki kedudukan sebagai khobar yang berupa khobar syibhu jumlah yang berupa jumlah fi’liyyah dari mubtada’ yang jatuh sebelumnya yaitu “الله.

b)      Kedua jumlah sama-sama kalam khabar atau insyâ’i dan mempunyai keterkaitan yang sempurna.
Contoh :
يُشَمِّرُ لِلُّجِّ عَنْ سَاقِهِ # وَ يَغْمُرُهُ المَوْجُ فِى السَّاحِلِ  (a)
“Ia menyingsingkan pakaiannya dari kedua betisnya untuk mengarungi tengah laut, dan ombak telah menerjangnya ketika masih di tepi laut.”
Pada kalimat di atas kita dapati kedua kalimat يُشَمِّرُ لِلُّجِّ عَنْ سَاقِهِ dan يَغْمُرُهُ المَوْجُ فِى السَّاحِلِ Sama-sama kalam khobar yang bersesuaian maknanya  dan diwashalkan dengan diathafkannya / digabungkannya kalimat kedua kepada kalimat pertama.


إنّ الأبرار لفى نعيمٍ (12) و إنّ الفجّار لفى جحيمٍ (13)  (b)
“Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan. (12) Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka berada dalam neraka.(13)” 

Pada ayat di atas kita dapati kedua kalimat  إنّ الفجّار لفى جحيمٍ dan             إنّ الأبرار لفى نعيمٍ diwashalkan karena sama-sama kalam khobar dengan ciri terdapat adat taukid serta bersesuaian maknanya dan karena tidak ada pula hal-hal yang menyebabkan keduannya difashalkan.

c)      Kedua jumlah yang berbeda kalam khabar dan kalam insya’inya dan harus diwashalkan ketika dikhawatirkan akan terjadi kekeliruan jawaban.
Contoh :
Ada seseorang bertanya kepada kita:
(a)
هل أبلّ أخوكَ من علته ؟
“Apakah saudaramu telah sembuh dari sakitnya?”
(b)

هل لك حاجة أساعدك في قضائها ؟
“Apakah anda punya keperluan yg bisa saya bantu?”

Kita mau menjawab sekaligus mendo'akannya. Maka jawaban kita dan do'a mesti pakai fasilah yaitu "و" agar tidak terjadi salah faham yang dapat menyalahi maksud sebenarnya. Jadi jawabannya,
(a)
لا ,ولطَفَ اللهُ بِهِ
“belum, semoga allah meringankan penderitaannya”

(b)
لا , وبارك اللّه فيك
“Tidak , semoga Allah memberkatimu.

Pada kalimat di atas laa,  sebagai kalam khabra, sedangkan baarakallahufiik dan lathafallahu bih  sebagai kalam insya. Seandainya kedua kalimat kita fashalkan dan kita katakan “laa, baarakallahufiik” dan “laa, lathafallahubih”, maka pendengar anak-anak akan beranggapan bahwa kita mendoakan kejelekan padanya, padahal kita mendoakan kebaikan. Oleh karena itu wajib dipindah dari fashal kepada washal.




C.     KESIMPULAN :
1.      Washl secara leksikal bermakna menghimpun atau menggabungkan. Sedang secara terminologis adalah mengathafkan satu kalimat dengan kalimat sebelumnya melalui huruf ‘athaf.
2.      Washl digunakan pada tiga tempat, yaitu:
a)      Keadaan i’rab antar kedua kalimat sama;
b)      Kedua jumlah sama-sama khabari atau sama-sama insyâi dan mempunyai keterkaitan yang sempurna.
c)      Kedua jumlah berbeda kalam khabar dan insya’ dan harus diwashalkan karena kekhawatiran timbulnya kesalahfahaman  jika tidak memakai huruf ‘athaf.

sumber >> balaghoh wadhihah ibn jarim

0 komentar: