WASHL
A.
Pengertian Washl
Washl menurut bahasa
artinya
menghimpun atau
menggabungkan. Sedangkan menurut istilah ilmu balâghah
adalah,
الوصل هو عطف جملة على أخرى بالواو
Meng-'athaf-kan
suatu kalimat dengan
kalimat sebelumnya dengan
menggunakan huruf 'athaf.
Washl merupakan kebalikan dari fashl.
B.
Tempat-tempat Washl
Penggabungan dua kalimat mesti menggunakan huruf
'athaf ‘و',
apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:
a)
Dua
jumlah yang memiliki hubungan di dalam hukum I’rob.
Jika suatu kalimat
digabungkan dengan kalimat sebelumnya dan kedua kalimat tersebut sama
hukumnya, maka mesti menggunakan huruf
'athaf ' و'.
Contoh:
و حُبُّ العيشِ أَعْبَدَ
كلَّ حُرِّ # و علَّمّ ساغِبًا أكْلَ المُرَارِ (a)
“cinta kehidupan itu
memperbudak setiap orang merdeka & mengajarkan orang lapar untk makan
tumbuh-tumbuhan yang pahit”
Pada kalimat pertama
“أَعْبَدَ كلَّ حُرِّ”, memiliki kedudukan
dalam I’rob sebagai khobar dari mubtada’ yang jatuh sebelumnya yaitu “حُبُّ العيشِ”,
dan pada kalimat kedua “أكْلَ
المُرَارِ عَلََّمَّ ساغِبًا ” juga berkedudukan sebagai khobar.
والله يُحْيِ و يُمِيْتُ (b)
“Allah lah yang
menghidupkan dan yang mematikan” - ali-imron :156-
Pada kalimat di atas “يُمِيْتُ”
dan “يُحْيِ”
memiliki kedudukan sebagai khobar yang
berupa khobar syibhu jumlah yang berupa jumlah fi’liyyah dari mubtada’
yang jatuh sebelumnya yaitu “الله”.
b)
Kedua jumlah sama-sama kalam
khabar atau
insyâ’i dan mempunyai
keterkaitan yang sempurna.
Contoh
:
يُشَمِّرُ
لِلُّجِّ عَنْ سَاقِهِ # وَ يَغْمُرُهُ المَوْجُ فِى السَّاحِلِ (a)
“Ia menyingsingkan
pakaiannya dari kedua betisnya untuk mengarungi tengah laut, dan ombak telah
menerjangnya ketika masih di tepi laut.”
Pada kalimat di atas
kita dapati kedua kalimat يُشَمِّرُ لِلُّجِّ عَنْ سَاقِهِ dan يَغْمُرُهُ المَوْجُ فِى السَّاحِلِ
Sama-sama kalam khobar yang bersesuaian maknanya dan diwashalkan dengan diathafkannya
/ digabungkannya kalimat kedua kepada kalimat pertama.
إنّ الأبرار لفى نعيمٍ (12) و إنّ الفجّار
لفى جحيمٍ (13) (b)
“Sesungguhnya
orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh)
kenikmatan. (12) Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka berada dalam
neraka.(13)”
Pada ayat di atas kita dapati kedua
kalimat إنّ الفجّار لفى جحيمٍ dan
إنّ الأبرار لفى نعيمٍ diwashalkan
karena sama-sama kalam khobar dengan ciri terdapat adat taukid serta
bersesuaian maknanya dan karena tidak ada pula hal-hal yang menyebabkan
keduannya difashalkan.
c)
Kedua jumlah yang
berbeda kalam khabar dan kalam insya’inya dan harus diwashalkan ketika dikhawatirkan akan
terjadi kekeliruan jawaban.
Contoh :
Ada seseorang bertanya
kepada kita:
(a)
هل أبلّ أخوكَ من علته ؟
“Apakah saudaramu telah sembuh dari sakitnya?”
(b)
هل لك حاجة أساعدك في قضائها ؟
“Apakah
anda punya keperluan yg bisa saya bantu?”
Kita mau menjawab
sekaligus mendo'akannya. Maka jawaban kita dan do'a mesti pakai fasilah yaitu
"و"
agar tidak terjadi salah faham yang dapat menyalahi maksud sebenarnya. Jadi jawabannya,
(a)
لا ,ولطَفَ اللهُ بِهِ
“belum, semoga allah meringankan penderitaannya”
(b)
لا , وبارك اللّه فيك
“Tidak , semoga Allah
memberkatimu.
Pada kalimat di atas laa, sebagai kalam khabra, sedangkan baarakallahufiik
dan lathafallahu bih sebagai kalam
insya. Seandainya kedua kalimat kita fashalkan dan kita katakan “laa,
baarakallahufiik” dan “laa, lathafallahubih”, maka pendengar
anak-anak akan beranggapan bahwa kita mendoakan kejelekan padanya, padahal kita
mendoakan kebaikan. Oleh karena itu wajib dipindah dari fashal
kepada washal.
C.
KESIMPULAN
:
1.
Washl secara leksikal bermakna
menghimpun atau
menggabungkan. Sedang secara terminologis adalah mengathafkan satu kalimat
dengan kalimat sebelumnya melalui huruf ‘athaf.
2. Washl
digunakan pada tiga
tempat,
yaitu:
a)
Keadaan i’rab antar kedua kalimat
sama;
b)
Kedua jumlah sama-sama
khabari atau sama-sama insyâi
dan
mempunyai keterkaitan
yang sempurna.
c)
Kedua jumlah berbeda kalam khabar dan insya’
dan harus diwashalkan karena kekhawatiran timbulnya kesalahfahaman jika tidak memakai huruf ‘athaf.
sumber >> balaghoh wadhihah ibn jarim
0 komentar:
Posting Komentar