Selasa, 28 Mei 2013

TUNGGUUU...



Semua Dalam Kuasa-NYA*


❥ Betapa pun seseorang berusaha sekuat tenaga membina hubungan baik, Kuasa ALLAH lah yang menentukan akhir dari hubungan itu..

❥ Indah berakhir dipelaminan atau TERHEMPAS dalam penantian..

❥ Namun senantiasa optimis dalam Ikhtiar dan berbaik sangkalah kepada ALLAH..

❥ Yang terbaik dilakukan adalah bersabar dan bertawakal ,Dipuncak ikhtiar adalah KEPASRAHAN Yang Indah..

❥ Bersabarlah MENANTI jodohmu..

❥ Dan berprasangka baiklah jika ternyata orang yang engkau HARAPKAN untuk mendampingimu, Ternyata bukan jodoh yang engkau harapkan..

❥ Tetap optimis bahwa semua akan INDAH pada waktunya..

❥ Insya ALLAH.

Kamis, 23 Mei 2013

PEPERANGAN DI ZAMAN RASULLULLAH


>>>>Peperangan Yang Pernah Dialami Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :

1. Waddan, terjadi pada bulan Shafar 2 H, di Waddan.
2. Buwath, terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal 2 H, di Buwath.
3. Al 'Usyairah, terjadi pada bulan Jumadil Awwal 2 H, di Al 'Usyairah.
4. Perang Badar pertama, terjadi pada bulan Jumadil Akhir 2 H, di Wadi' Shafawan.
5. Perang Badar Kubra, terjadi pada bulan Ramadhan 2 H, di Badar.
6. Bani Sulaim, terjadi pada bulan Syawal tahun 2 H, di Qar'qarah Al Kadr.
7. Bani Qainuqa', terjadi pada bulan Syawal tahun 2 H, di Madinah.
8. As Sawiiq, terjadi pada bulan Dzulhijjah tahun 2 H, di Qar'qarah Al Kadr.
9. Dzu Ammar, terjadi pada bulan Muharam tahun 3 H, di Dzu Ammar.
10. Bahran, terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 3 H, di Bahran.
11. Uhud, terjadi pada bulan Syawal tahun 3 H, di gunung Uhud.
12. Hamra'ul Asad, terjadi pada bulan Syawal tahun 3 H, di Hamra'ul Asad.
13. Bani Nadhir, terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 4 H, di Madinah.
14. Dzatur Riqa', terjadi pada bulan Sya'ban tahun 4 H, di Dzatur Riqa'.
15. Badar akhir, terjadi pada bulan Sya'ban tahun 4 H, di Badar.
16. Daumatul Jandal, terjadi pada bulan Rabi'ul Awal tahun 5 H, di Daumatul Jandal.
17. Bani Musthaliq, terjadi pada bulan Sya'ban tahun 5 H, di Al Marisyiyi'.
18. Khandaq, terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H, di Madinah.
19. Bani Quraizhah, terjadi pada bulan Dzulqa'dah tahun 6 H, di Madinah.
20. Bani Lihyaan, terjadi pada bulan Jumadil Awwal tahun 6 H, di Madinah.
21. Dzi Qarad, terjadi pada bulan Jumadil Awwal tahun 6 H, di Dzi Qarad.
22. Khaibar, terjadi pada bulan Muharam tahun 7 H, di Khaibar.
23. Hunain, terjadi pada bulan Syawal tahun 8 H, di Hunain.
24. Tha'if, terjadi pada bulan Syawal tahun 8 H, di Thaif.
25. Tabuk, terjadi pada bulan Rajab tahun 9 H, di Tabuk.

===

sumber: ust abu asma andre


>>>tambahanan keterangan dari ukhtiy DIAN :
1. Bahwa disana ada peperangan yang tidak terjadi semisal Waddan dan Dzul 'Usyairah, hal ini dapat dilihat pada Sirah Imam Ibnu Hisyam.
2. Terdapat perbedaan didalam menentukan kapan - khususnya bulan - terjadinya perang tersebut, sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai macam kitab sirah dan maghazi.

Senin, 20 Mei 2013

Balaghah "AL-BAYAN"


Al-Bayan (البيان) menurut pengertian bahasa adalah Al-Kasyafu (الكشف) yang berarti membuka atau menyatakan. Bisa juga disebut Al-Lidhaah artinya menerangkan atau menjelaskan. Menurut istilah ulama Balaghah Balaghah adalah “Dasar-dasar dan kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan satu makna dengan beberapa cara yang sebagiannya berbeda dengan sebagian yang lain dalam menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna tersebut.
A.                 TASYBIH (Penyerupaan)
                                         i.                  Kaidah :
·               Tasybih Adalah penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan sifat dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut menggunakan huruf ك atau sejenisnya baik tersurat maupun tersirat.
·               Unsur Tasybih ada empat yaitu :
1)      musyabbah,  Sesuatu yang hendak diserupakan.
2)      musyabbah bih, Sesuatu yang diserupai
 (kedua unsur ini disebut sebagai tharafait-tasybih/dua pihak yang diserupakan)
3)      adat tasybih, Huruf / kata yang menyatakan penyerupaan.
Contoh : ,  ك  , كأن
4)      wajah syibeh, Sifat yang terdapat pada kedua pihak. Wajah syibeh pada musyabbah bih diisyaratkan lebih kuat dan lebih jelas daripada musyabbah.
Contoh syair:
Al-Ma’arri menyatakan tentang seseorang yang dipujanya:
أنت كالشّمس فى الضّياء وإنجا وزت كيوان فى علوّ المكان
(Engkau bagaikan matahari yang memancarkan sinarnya walaupun kau berada di atas planet Pluto di tempat yang paling tinggi).
Syair di atas menjelaskan bahwa si penyair tahu orang yang dipujanya memiliki wajah bercahaya dan menyilaukan mata, lalu ia ingin membuat perumpamaan yang memiliki sifat paling kuat dalam hal menerangi dan ternyata ia tidak menjumpai suatu hal pun yang lebih kuat daripada sinar matahari. Maka ia menyempurnakannya dengan matahari, dan untuk itu ia bubuhi huruf ك (kata perumpamaan/seperti).
                                          ii.               Pembagian Tasybih :
ü    Ditinjau dari ada tidaknya alat tasybih :
1)      Tasybih Mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya. Contoh:
أنا كالماء إنرضيت صفاء وإذاما سخطت كنت لهيبا
(Bila aku rela, maka aku setenang air yang jernih; dan bila aku marah, maka aku sepanas api menyala). 
2)      Tasybih Mu’akkad adalah tasybih yang dibuang adat tasybihnya.
Contoh:
انت نجم فى رفعة وضياء تجتليك العيون شرقا وغربا
(Kedudukanmu yang tinggi dan kemashyuranmu bagaikan bintang yang tinggi lagi bercahya. Semua mata, baik di belahan timur maupun barat, menatap ke arahmu).
Ø    Ditinjau dari ada tidaknya wajh syibh :
3)      Tasybih Mujmal adalah tasybih yang dibuang wajah syibehnya.
Contoh:
وكأنّ الشّمس المنيرة دينار جلته حدائد الضّرّاب
(Matahari yang bersinar itu sungguh bagaikan dinar {uang logam} yang tampak kuning cemerlang berkat tempaan besi cetakannya).

4)      Tasybih Mufashshal adalah tasybih yang disebut wajah syibehnya. Contoh:
سرنا فى ليل بهيم كأنّه البحر ظلاما وإرهابا
(Aku berjalan pada suatu malam yang gelap dan menakutkan, bagaikan berjalan di tengah laut).
Ø     Dilihat dari segi ada tidaknya adat dan wajah syibeh :
5)      Tasybih Baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybih dan wajah syibehnya.
 Contoh:
النّشر مسك والوجوه دنا نير واطراف الأكفّ عنم
(Baunya yang semerbak itu bak minyak kesturi, wajah-wajahnya yang berkilauan bak dinar {uang logam} dan ujung-ujung telapak tangannya merah bak pacar).
Ø    Dilihat dari bentuk wajah syibehnya :
6)      Tasybih Tamtsil adalah tasybih yang wajah syibehnya merupakan gambaran yang dirangkai dari keadaan beberapa hal / menyeluruh,
7)      Ghairi Tamtsil  adalah tasybih yang wajah syibehnya tidak terdiri dari rangkaian gambaran beberapa hal. Wajah syibehnya terdiri atas satu hal (mufrad).
Contoh tamtsil :
والماء يفصل بين روض الزّهر فىالشّطّين فصلا
كبساط وشي جرّدت ايدي القيون عليه نصلا
“Sungai memisahkan taman bunga itu pada kedua pinggirnya, bagaikan baju sulaman yang dihamparkan, sedangkan di atasnya tergeletak sebilah pedang yang telah terhunus dari sarungnya.”
Abu firas menyerupakan keadaan air sungai dengan air yang membelah tanaman menjadi dua bagian dikedua pinggirnya, yang dihiasi oleh bunga-bunga indah berwarna-warni, yang tersebar diantara tumbuh-tumbuhan hijau segar, diserupakan dengan pedang berkilau yang dihunus oleh para pembuat senjata, lalu diletakkan di atas kain sutra yang bersulamkan aneka warna.  Ia hendak menyerupakan suatu keadaan yang ia lihat dengan keadaan lain yang ia khayalkan . dan wajhu syibhinya adalah gambaran secara menyeluruh , bukan mufrad. Gambaran yang terdapat pada kedua pihak adalah adanya warna putih yang memanjang yang dikanan kirinya terdapat hamparan hijau yang diwaranai diwaranai dengan aneka ragam bunga.

Ø     Tasybih yang keluar dari kebiasaan: 
8)      Tasybih Dhimni adalah tasybih yang kedua tharafnya tidak dirangkai dalam bentuk tasybih yang telah kita kenal, melainkan keduanya hanya berdampingan dalam susunan kalimat.
Tasybih jenis ini didatangkan untuk menunjukkan bahwa hukum (makna) yang disandarkan kepada musyabbah itu mungkin adanya.
Contoh :
قد يشيب الفتى و ليس عجيبا ان يرى النّور فى القضيب الرّطيب
“Kadang-kadang seorang pemuda beruban dan hal ini tidaklah mengerankan. Bunga pun dapat keluar pada dahan yang muda dan lembut.”
Dalam syair di atas penyair tidak mengungkapkan tasybih yang jelas karena ia tidak berkata bahwa seorang pemuda yang telah beruban itu bagaikan dahan muda yang berbunga melainkan ia menyatakannya secara implisit (tersirat).
9)      Tasybih Maqlub (penyerupaan yang terbalik) adalah menjadikan musyabbah sebagai musyabbah bih dengan mendakwakan bahwa titik keserupaannya (sifat) lebih kuat pada musyabbah.
Contoh :
كأنّ سناها باالعشيّ لصبحها تبسّم عيس حين يلفظ باالوعد
“Seakan-akan cahaya awan di sore hari sampai menjelang pagi itu adalah senyuman Isa ketika mengucapkan janji.”
Penyair menyerupakan cahaya awan yang terus menerus memantul sepanjang malam dengan senyuman orang yang dipujinya ketika menjanjikan pemberian. Padahal sudah pasti bahwa pantulan cahaya awan itu lebih kuat daripada pantulan cahaya senyuman. Dan yang biasa kita dengar adalah senyuman diserupakan dengan pantulan cahaya awan, sebagaimana kebiasaan para penyair. Akan tetapi penyair menyatakan tasybih yang sebaliknya.

                                        iii.             Maksud dan tujuan tasybih (yang semuanya kembali kepada musyabbah / terkadang kembali kepada musyabbah bih) adalah :
a)      Menjelaskan kemungkinan adanya  sesuatu hal pada musyabbah,
yakni ketika sesuatu yang sangat aneh disandarkan kepada musyabbah dan keanehan itu tidak lenyap sebelum dijelaskan keanehan serupa dalam kasus lain.
b)      Menjelaskan keadaan musyabbah,
yakni bila musyabbah tidak dikenal sifatnya sebelum dijelaskan melalui tasybih yang menjelaskannya. Dengan demikian, tasybih itu memberikan pengertian yang sama dengan kata sifat.
c)      Menjelaskan kadar keadaan musyabbah,
yakni bila musyabbah sudah diketahui keadaannya secara global lalu tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian keadaan itu.
d)      Menegaskan keadaan musyabbah,
yakni bila sesuatu yang disandarkan kepada musyabbah itu membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh.
e)      Memperindah atau memperburuk musyabbah.


B.                 HAKIKAT dan MAJAZ

1.      MAJAZ LUGHAWI
Adalah lafadz yang digunakan dalam makna yang bukan seharusnya karena ada hubungan yang disertai karinah yang menghalangi pemberian makna hakiki.
Karinah  adakalanya lafdziyyah dan adakalnya haliyah dan  alaqahnya atau illah nya didasarkan pada aspek bahasa.
a.       ISTI’ARAH
Yaitu tasybih yang dibuang salah satu tharafnya. Oleh karena itu hubungan makna majazi dan makna hakiki adalah musyabbahah / serupa selamanya.
Dalam isti’arah, musyabbah dinamai musta’ar lah dan musyabbah bih dinamai musta’ar minhu.
Lafal yang mengandung isti’arah dinamakan musta’ar dan wajh syibh nya dinamakan jami’.
Qarinahnya ada dua yaitu qarinah mufrad dan qarinah ghairu mufrod.

Isti’aarah ada beberapa macam:
·               Ditinjau dari musta’ar lah dan musta’ar minhu, majaz isti’arah ada dua kategori:
1)         Tashriihiyyah
Yaitu isti’arah yang musyabbah bihnya disebut dengan tegas.
Contoh :
 وأقبل يمشى فى البساط فما درى * إلى البحر يسعى أم إلى البدر يرتقى
Ia maju berjalan di atas permadani , ia tidak tau apakah ia bergerak menuju laut atau  naik ke bulan
Saifud-daulah diserupakan denan laut karena suka memberi. Lafadz musyabbah bih dipinjamkan untuk menggantikan musyabbah yakni Saifud-daulah, qarinahnya وأقبل يمشى فى البساط.

2)         Makniyyah
Yaitu isti’arah yang musyabbah bihnya di buang atau tersembunyi dan sebagai isyarat ditetapkan sifat khasnya.
Contoh :
إِنِّى َلأَرَى رُؤُوسًا قَدْأَيْنَعَتْ وَحَانَ قِطَا فُهَا وَإِنىِّ لَصَا حِبُهَا
“Sesungguhnya aku melihat beberapa kepala yang telah masak dan telah sampai waktu panennya,dan saya adalah pemiliknya.”
Pemahaman sekilas adalah bahwa ia menyerupakan kepala dengan buah-buahan.kalimat asal adalah innii la-araa ru-uusan kats-tsamaraat qad aina’at lalu dibuang musyabbah bih-nya dengan suatun khayalan bahwa bentuk kepala itu menjelma dalam bentuk buah.sebagai isyarat dalam musyabbah bih yang dibuang,ditetapkan kata yang menunjukan sifatnya yang khas yaitu kata aina’at Apabila musyabbah bih-nya tersembunyi,maka istiaarahnya disebut dengan istiaarah makniyah.demikian juga dengan lafad imtathaina dan lafad al-madju pada bait terakhir.
·               Ditinjau dari segi bentuk lafalnya :
1)         Ashliyyah
Yaitu isti’arah yang musta’arnya atau isimnya berupa isim jamid.
2)         Taba’iyyah
Yaitu isti’arah yang musta’arnya atau isimnya berupa isim musytaq atau fi’il.
Qarinah pada isti’arah ini adalah makniyyah, namun bila isti’arah ini diberlakukan pada salah satu dari keduanya , maka tidak dapat dibuat pada yang lainnya.
·               Ditinjau dari kata yang mengikutinya :
1)         Murasysyahah
Yaitu  isti’arah yang diikuti oleh kata-kata yang cocok dengan musyabbah bih.
Contoh :
أولئك الذين اشتروا الضلالة بالهدى فما ربحت تجارتهم ((البقرة:16
“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”
Pada ayat tersebut musta’ar minhu-nya adalah lafadz الإشتراء sedangkan musta’ar lah-nya adalah الإختيار (memilih) karena ada جامع lafadz yang mantesi (ahsanul faidah / sebaik-baiknya faidah). Adapun qarinah yang mencegah untuk menggunakan makna asli adalah “"الضلالة. Kata isti’arah الإشتراء pada ayat tersebut di sesuaikan dengan mulaimnya yaitu فما ربحت تجارتهم, oleh karena itu dinamakan isti’arah murosyahah.
2)         Muthlaqah
Yaitu  isti’arah yang tidak diikuti oleh kata-kata, baik yang cocok dengan musyabbah bih mauapun musyabbah.
Contoh :
إنا لما طغى الماء حملنا عليكم فى الجارية
Sesungguhnya kami , ketika air telah naik (sampai ke gunung) kami bawa (nenek moyang kamu) ke dalam bahtera.
( al-haqqah : 11)
Lafadz طغى diserupakan dengan الزيادة karena ada jami’ تجاوزالحد (melebihi batas). Dalam ayat tersebut tidak menyebutkan mulaim baik dari musyabbah / musyabbah bih, oleh karena itu disebut isti’arah muthlaqah.
3)         Mujarradah
Yaitu  isti’arah yang disertai dengan kata-kata yang cocok bagi musyabbah.
        Contoh :
وليلة مرضت من كل ناحية * فما يضئ لـها نجم ولا قمر
  Pada kata فما يضئ لـها نجم ولا قمر terdapat ciri-ciri isti’arah  Mujarradah.
4)         Tamtsiliyyah
Yaitu susunan kalimat yang digunakan bukan pada makna aslinya karena ada hubungan keserupaan disertai adanya qarinah yang menghalangi pemahaman terhadap kalimat tersebut dengan maknanya yang asli.
Contoh :
عَادَالسَّيْفُ إِلَى قِرَابِهِ، وَحَلَّ الَّليْثُ مَنِيْعُ غَا بِهِ
“Pedang itu telah kembali kesarungnya dan singa itu menempati sarangnya di hutan.(bagi seorang mujahid yang kembali ke negaranya setelah bepergian).“
Penjelasannya, ketika seorang laki-laki habis bekerja pulang ke negaranya,maka ia bukanlah pedang hakiki yang kembali ke sarungnya dan bukan singa hakiki yang yang menempati kembali sarangnya.  Dengan demikian,kedua susunan kalimat itu tidak dipergunakan dalam arti yang hakikat,sehingga kedua kalimat itu adalah majaz.karinah nya adalah haliyyah.hubungan antara kedua makna hakiki dan majazi nya adalah musyabahah (unsure keserupaan) karena keadaan orang yang pergi jauh dari negaranya untuk bekerja keras dan kembalinya ke Negara nya  setelah lama bersusah payah diserupakan dengn pedang yang terhunus dari sarungnya.

2.      MAJAZ MURSAL
Yaitu Majaz yang alaqahnya ghair musyaabahah (tidak saling menyerupai), atau lafadz yang digunakan bukan untuk makna yang asli karena ada nya hubungan yang selain keserupaan serta ada qarinah yanga menghalangi pemahaman akan makna yang asli.  
Hubungan makna  asli dan majazi dalam majaz mursal adalah :
As-sababiyyah, al-musabbabiyyah, al-juz’iyyah, al-kulliyah, I’tibaaru maa yahuunu. I’tibaaru maa kaana,  Al-mahalliyyah, al-halliyyah.

Alaqah antara musta’ar dan musta’ar minhu majaz mursal berbentuk :
·         Sababiyah: Menyebutkan sebab sesuatu, sedangkan yang dimaksud adalah sesuatu yang disebabkan
 Contoh:
عظمت يد فلان عندى  
“Sesungguhnya besar tangan si Fulan di sisiku.”
Pada ungkapan majaz tersebut yang disebut adalah kata” يد “, sedangkan yang dimaksud adalah “النعم” yakni nikmat yang disebabkan oleh tangan.

·         Musabbabiyyah: Menyebutkan sesuatu yang disebabkan, sedangkan yang dimaksud adalah sebabnya\
Contoh :
أمطرت السماء نباتا
“Langit mengucurkan tanaman.”
Pada ungkapan majaz di atas disebutkan akibatnya yaitu “نباتا”. Sedangkan yang dimaksudkannya adalah “الماء

·         Juz’iyyah: Menyebutkan bagian dari sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya  adalah keseluruhannya
Contoh:
أرسلت العيون لتطلع أحوال العدو
“Saya mengirim mata-mata untuk mengamati keadaan musuh.”
Istilah juziyyah dalam linguistic umum disebut majaz pars prototo.

·         Kulliyah: Menyebutkan sesuatu keseluruhannya, sedangkan yang dimaksudkannya adalah sebagiannya

·         I’tibaaru maa kaana: Menyebutkan sesuatu yang telah terjadi, sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang akan terjadi atau yang belum terjadi
Contoh:
واتوا اليتامى أموالهم
“Dan berikanlah kepada anak yatim harta benda mereka.”
Pada potongan ayat di atas terdapat kata “
اليتامى” (anak yatim ). Maksud yang sebenarnya adalah “Berikanlah harta itu kepada anak yatim ketika mereka sudah dewasa” . Disebutkan kata “اليتامى” yaitu keadaan masa yang sudah lalu, tetapi yang dimaksud adalah masa berikutnya yaitu ketika anak itu sudah dewasa. Karena selama masa kecil (anak yatim ) tidak boleh menguasai harta benda itu.

·         ’tibaaru maa yakuunu: Menyebutkan sesuatu dengan keadaan yang akan terjadi, sedangkan yang dimaksudkannya adalah keadaan sebelumnya
Contoh:
ودخل معه السجن فتيان قال أحدهما إني أرانى أعصر خمرا
“Kedua pemuda itu masuk kedalam penjara. Salah seorang dari mereka berkata, aku melihat dalam mimpi bahwa aku memeras arak.”

·         Mahaliyyah: Menyebutkan tempat sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah menempatinya
Contoh:
قرر المجلس ذلك
“Majlis telah memutuskan demikian.”
Secara leterlek yang memutuskan adalah majlis, sedangkan yang dimaksudkannya adalah orang-orang yang menempati majlis.
·         Haliyyah: menyebutkan keadaan sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang merasakan keadaan itu
Contoh :
وأما الذين ابيضت وجوههم ففى رحمة الله هم فيها خالدون.
“Dan orang-orang yang wajahnya putih, mereka ada di dalam rahmat Allah. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Ali Imron: 107)
Pada ayat di atas terdapat ungkapan “
ففى رحمة”, sedangkan yang dimaksudkannya adalah tempatnya, yaitu syurga yang didalamnya ada rahmat.
·         Aliyah: apabila disebutkan alatnya, sedangkan yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dihasilkan oleh alat tersebut.
Contoh :
ووهبنالهم من رحمتنا وجعلنا لهم لسان صدق عليا
“Dan kami anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka buat tutur yang baik dan mulia.” (QS. Maryam: 50)Pada ayat di atas terdapat ungkapan “لسان صدق”. Secara leksikal ungkapan tersebut bermakna “lisan yang jujur”. Sedangkan maksudnya adalah bahasa yang jujur atau baik. Penggunaan alat لسان untuk maksud اللغة dinamakan majaz mursal.

3.      MAJAZ AQLI:
Menyandarkan fi’il atau yang semakna dengannya kepada yang bukan seharusnya karena ada alaqah (hubungan) yang disertai qarinah yang mencegah dari penyandaran yang sebenarnya.
Penyandaran majazi adalah penyandaran kepada sebab fi’il , waktu fi’il, tempat fi’il, atau mashdarnya , atau isim mabni fa’il kepada maf’ulnya atau isim mabni maf’ul kepada fa’ilnya. 
                              Penyandaran fi’il atau yang semakna dengannya dilakukan kepada :
a.             Sebab
b.            Penisbatan kepada waktu
c.             Penisbatan kepada tempat
d.            Penisbatan kepada mashdar
e.             Mabni maf’ul disandarkan kepada isim fa’il
f.             Mabni fa’il disandarkan kepada isim maf’ul
                              Contoh : 
ü  Penisbatan kepada waktu
نهار الزاهد صائم و ليله قائم
(seorang zahid itu siangnya berpuasa, sedangkan malamnya shalat)
 Pada contoh di atas "صوم"dinisbatkan kepada siang dan shalat malam dinisbatkan pada malam. Ini juga sebenarnya penisbatan yang tidak tepat. Namun demikian, antara hal-hal tersebut terdapat ‘alaqah yaitu penisbatan kepada waktu. C. Penisbatan kepada tempat Contoh: ازدحمت شوارع القاهرة (Jalan-jalan di Kairo padat)
ü  Penyandaran fi’il kepada sebab
بنى عمروابن العاص مدينة فصطاط 
(Amr bin ‘Ash membangun kota fusthat)
Terjadi penisbatan kata kerja "بنى" kepada"عمروا بن العاص" yang bukan sebenarnya. Yang membangun kota Fusthat yang sebenarnya adalah para insinyur dan para pekerja. Namun demikian Amr Bin ‘Ash adalah orang yang memerintahkan pembangunan kota tersebut. ‘Alaqah antara musnad dan musnad ilaihnya adalah sababiyah.
C.              NILAI ISTIAARAH DALAM BALAGAH
Nilai Istiaarah dalam balagah dilhat dari dua segi. Jika dilihat dari segi lafaznya adalah bahwa susunan kalimatnya seakan-akan tidah mengindahkan tasybih, namun mengharuskan kita untuk menghayalkan suatu gambaran baru yang keindahannya memalingkan kita dari kandunagn kalimat berupa tasybih yang terselubung. Oleh karena itu, nilai istiaarah dalam balagah lebih besar daripada tasybih baligh, karena tasybih baligh, sekalipundisusun atas anggapan bahwa musyabbah  bih sama,namun tasybih nya tetap disengaja dan terlihat.berbeda dengan istu’aarah,padanya tasybih diabaikan lagi tersembunyi.
Adapun nilai isti’aarah dilihat dari segi rekayasa dan keindahan berilusi dan pengaruhnya dalam jiwa para pendengarnya adalah kesempatan yang leluasa untuk berkrasi dan adanya arena lomba bagi para pakar sastra.Contoh
نَسْرِقُ الدَّ مْعَ فِى اْلجُيُوْ بِ حَيَاءً   ٭  وَبِناَ مَا بِنَا مِنَ اْلأَ شْوَاقِ
Aku menyembunyikan air mataku di kantong baju karena malu,dan juga keriduan dalam hatiku.