Kamis, 01 November 2012

Do'a Untuk Abi-Umii

Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka


Perindahlah ucapanku di depan mereka
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkan hatiku untuk mereka.


Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya
atas didikan mereka padaku
dan Pahala yang besar atas kesayangan
yang mereka limpahkan padaku
peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku.


Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan
atau kesusahan yang mereka deritakan kerana aku,
atau hilangnya ‎"DOA KEPADA IBU BAPAK"


Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka

Perindahlah ucapanku di depan mereka
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkan hatiku untuk mereka.


Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya
atas didikan mereka padaku
dan Pahala yang besar atas kesayangan
yang mereka limpahkan padaku
peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku.


Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan
atau kesusahan yang mereka deritakan kerana aku,
atau hilangnya sesuatu hak mereka kerana perbuatanku,

jadikanlah itu semua penyebab
rontoknya dosa-dosa mereka dan
bertambahnya pahala kebaikan mereka
dengan perkenan-Mu ya Allah
hanya Engkaulah yang berhak membalas
kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.


Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku
izinkanlah mereka ‎"DOA KEPADA IBU BAPAK"


Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka

Perindahlah ucapanku di depan mereka
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkan hatiku untuk mereka.


Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya
atas didikan mereka padaku
dan Pahala yang besar atas kesayangan
yang mereka limpahkan padaku
peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku.


Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan
atau kesusahan yang mereka deritakan kerana aku,
atau hilangnya sesuatu hak mereka kerana perbuatanku,

jadikanlah itu semua penyebab
rontoknya dosa-dosa mereka dan
bertambahnya pahala kebaikan mereka
dengan perkenan-Mu ya Allah
hanya Engkaulah yang berhak membalas
kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.


Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku
izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku
tetapi jika sebaliknya,
Maka izinkanlah aku memberi syafa'at untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul Bersama dengan santunan-Mu
di tempat Kediaman yang dinaungi kemulian-Mu Ampunan-Mu serta Rahmat-Mu


Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki
Kurnia Maha Agung Serta anugerah yang tak berhujung
dan Engkaulah yang Maha Pengasih diantara semua pengasih.

Aamiin Ya Robbal Alamin
syafa'at untukku
tetapi jika sebaliknya,
Maka izinkanlah aku memberi syafa'at untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul Bersama dengan santunan-Mu
di tempat Kediaman yang dinaungi kemulian-Mu Ampunan-Mu serta Rahmat-Mu


Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki
Kurnia Maha Agung Serta anugerah yang tak berhujung
dan Engkaulah yang Maha Pengasih diantara semua pengasih.

Aamiin Ya Robbal Alamin
hak mereka kerana perbuatanku,

jadikanlah itu semua penyebab
rontoknya dosa-dosa mereka dan
bertambahnya pahala kebaikan mereka
dengan perkenan-Mu ya Allah
hanya Engkaulah yang berhak membalas
kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.


Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku
izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku
tetapi jika sebaliknya,
Maka izinkanlah aku memberi syafa'at untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul Bersama dengan santunan-Mu
di tempat Kediaman yang dinaungi kemulian-Mu Ampunan-Mu serta Rahmat-Mu


Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki
Kurnia Maha Agung Serta anugerah yang tak berhujung
dan Engkaulah yang Maha Pengasih diantara semua pengasih.

Aamiin Ya Robbal Alamin

....Bolehkah Ku Mencinta.Nya.....




Ya Allah bolehkah aku mencintainya?
Ya Allah bolehkah aku menyayanginya?
Ya Allah bolehkah aku merindunya? 



Bila rasaku ini mulai meluluhlantahkan
segenap hatiku aku tak sanggup untuk mulai
menanggungnya sendiri
aku butuh sandaran hati untuk menenangkan hatiku ini
kepada siapa aku akan melabuhkan cintaku ini?
dan sampai saat ini belum bisa aku temukan jawabannya.

Jika memang dia yang bisa menjadi terbaik
untuk dihatiku
kan kupasrahkan semua kepadaMu.
jikalah dia yang tepat KAU pilihkan untukku
tak kan kemana hatiku kan mencari sebuah tambatan hati.

Jika bukan dia yang untuk terbaik untukku
kan ku coba untuk mengikhlaskan semua
meski sakit harus ku menanggungnya. Ya Allah..

jika memang Kau jodohkan dia
kepadaku , temukanlah dia denganku di
ikatan yang penuh kehalalan dan full
barokah.. dimana kalau tidak di ikatan pernikahan...

Semoga cinta ini, sayang ini, rindu ini
bersemi seindah mentari yang menyinari bumi.....
untuk membangun keluarga sakinah,
mawadah dan warahmah kelak bersama imam ku nanti.
 Aamiin yaa mujibassaailiin....


robbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyata qurrota a'yun waj'alnaa lil muttaqiinaa imaama....



21.70.72

Sabtu, 20 Oktober 2012

Inspirasi Bagi Wanita


Bersyukur sekali rasanya, dilahirkan sebagai wanita dengan segala kelebihan yang kita punya. Namun, tak memungkiri, terkadang masih saja kita kehilangan kepercayaan diri dan merasa menjadi masyarakat nomor dua.

Hey, ladies… mengapa harus merasa menjadi sosok kecil padahal Anda memiliki banyak kelebihan?




Coba baca 10 kalimat yang akan memberi inspirasi dan semangat lebih untuk Anda berikut ini… Hope you like it

1. “There is no such things as an ugly woman.” – Vincent Van Gogh
Dan, memang benar. Tak ada wanita yang tidak cantik, semua wanita itu cantik. Memiliki kulit berwarna gelap, cerah, kuning langsat, apapun warna kulit Anda, Anda itu cantik! Tak perlu harus tak percaya diri hanya karena memiliki kulit hitam manis atau sawo matang. Kulit putih itu bukan syarat seorang wanita disebut cantik, kok.

2. “Every girl should use what Mother Nature gave her before Father Time takes it away.” – Laurence J Peter
Jadi, berhentilah mengeluh dengan apa yang Anda miliki saat ini. Rawat dan percantik diri dengan cara-cara yang positif. Bukan juga dengan mengeluh dan tidak melakukan apa-apa.

3. “The rarest thing in the world is a woman who is pleased with photographs of herself.” – Elizabeth Metcalf
Satu permasalahan yang sama yang dimiliki hampir seluruh wanita, mereka jarang percaya diri dan menyukai foto mereka. Tak hanya terjadi pada Anda kok, bahkan para selebriti dan model yang memiliki tubuh indahpun seringkali tak percaya diri.

4. “A smile is a light in the window of the soul indicating that the heart is at home.” – Anonymous
Dan memang benar bahwa senyuman adalah jendela hati. Wajah yang cantik akan semakin sempurna dan menarik dengan senyuman. Bagi pria, senyuman seorang wanita ini bagaikan candu, yang membuat rindu dan jatuh cinta setiap saat. Benar, lho. Jadi bukan karena efek makeup Anda, tetapi murni karena senyuman.

5. “Beauty, in projection and perceiving is 99.9% attitude.” – Grey Livingston
Memiliki fisik yang indah dan ideal saja tak cukup untuk disebut cantik. Benar menurut Grey Livingston, kecantikan terpancar lewat sikap kita.

6. “My lips is big, but my talent is bigger” – Fantasia Barrino
Bahwa wanita dianggap sebagai rantai gosip dan berita, hmmm mungkin itu benar. Dan apa yang seringkali dikatakan oleh wanita dianggap sebagai omong kosong, itu juga benar. Namun, percayalah bahwa sebenarnya kelebihan yang kita miliki jauh lebih besar ketimbang omongan semata. Mari kita buktikan, ladies!

7. “A woman is like a tea bag. You never know how strong she is until she gets into hot water.” – Eleanor Roosevelt
Sekalipun sering disepelekan dan dipandang sebelah mata, kita tak boleh menyerah begitu saja. Tunjukkan kemampuan yang kita miliki, karena sebenarnya wanita dan pria sejajar kok.

8. “Marriage is not about age; it’s about finding the right person.” – Sophia Bush
Anda yang seringkali terganggu dengan pertanyaan “kapan kawin?” ingatlah selalu kalimat di atas ini. Ingatlah selalu bahwa menikah bukanlah perkara usia, namun bagaimana menemukan sosok yang nyaman dan bisa mendampingi kita seumur hidup.

9. “You have to forgive to forget, and forget, to feel again.” – Anonymous
Ketahuilah bahwa berulang kali Anda akan mengalami patah hati yang sama, dilukai, diabaikan, tak diperhatikan, diduakan bahkan ditinggalkan. Tetapi, jangan sampai hal itu menghalangi langkah Anda untuk menemukan cinta yang baru. Jangan sampai membuat Anda takut untuk mencintai orang yang baru di dalam hidup Anda, karena sepanjang hidup tugas kita adalah mencintai.

10. “If someone you love hurts you cry a river, build a bridge, and get over it.” – Anonymous
Dan apabila seseorang yang Anda cintai melukai dan mengecewakan diri Anda. Maafkan dan melangkahlah. Jangan tinggal di dalam masa lalu dan membiarkan diri Anda terpuruk di dalamnya.


sumber... yottabaca.com

Rabu, 17 Oktober 2012

'ilmu qiroah..


Ilmu qira’at adalah termasuk bagian dari ‘Ulûm al-Qur’ân atau ilmu-ilmu tentang al-Qur’an yang membahas tentang kaedah membaca al-Qur-an.
Berdasarkan pengertian bahasa, qiro’at merupakan kata kajian (masdar) dari kata kerja “qara’a” yang berarti membaca. Sedangkan berdasarkan pengertian terminology, maka ada beberapa definisi, sebagai berikut :[1][1]
1. Menurut Ibn Al-Jazari
Qira’at merupakan ilmu yang menyangkut cara-cara mengucapan kata-kata al-quran dan perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
2. Menurut Az-Zarkasyi
Qiraat adalah perbedaan (cara mengucapkan) lafazh-lafazh al-quran, baik menyangkut huruf-hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf tersebut, seperti taklif (meringankan), tasqil (memberatkan), dan atau yang lainnya.
3. Menurut  Ash-Sabuni
Qiraat adalah suatu mazhab cara pelafalan al-quran yang dianut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulallah.
Pada permulaan abad pertama Hijrah di masa tabi’in, muncullah sejumlah ulama yang membulatkan tenaga dan perhatiannya terhadap masalah qira’at secara sempurna dan menjadikannya sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri, sehingga mereka menjadi imam dan ahli qira’at yang diikuti dan dipercaya. Para ahli qira’at tersebut antara lain adalah Nâfi’ bin ‘Abdurrahman, ‘Abdullah bin Katsîr, Hamzah, al-Kisâ’î, dan lain-lain.
Perkembangan dan Pembukuan Ilmu Qira’at
Qira’at mulai di pakai setelah Nabi Muhammad di Madinah, dimana mulai banyak orang yang masuk Islam dari berbagai qabilah yang bermacam-macam dan dialek yang berbeda.
Terlepas dari perbedaan di atas, pembahasan tentang masa kodifikasi ilmu qira’at berarti membahas sejarah perjalanan ilmu qira’at.
 Perjalanan sejarah ilmu qira’at terbagi atas enam fase, yaitu:

Fase Pertama: masa pertumbuhan
Fase pertama ini terjadi pada masa Nabi, dimana Nabi mengajarkan al-Qur’an kepada sahabatnya dengan bacaan yang berbeda sesuai dengan apa yang mudah bagi mereka. Dengan demikian, para sahabat mendapatkan bacaan al-Qur’an dari Nabi dengan bacaan yang beragam. Seringkali dengan ragam bacaan yang mereka terima, menimbulkan perselisihan diantara para sahabat, lalu Nabi menyelesaikan perbedaan itu dengan mengatakan bahwa al-Qur’an di turunkan dengan berbagai macam versi bacaan.

Fase kedua; Fase penyebaran ilmu Qira’at
Fase kedua ini terjadi setelah Nabi wafat, yaitu pada masa sahabat dan tabi’in. Sebagaimana di ketahui para sahabat kebanyakan bermukim di Mekah atau Madinah. Maka setelah Rasulullah wafat sesuai dengan dinamika da’wah para sahabat terpanggil untuk menyebarkan islam ke berbagai pelosok negeri.
Fase ketiga: Fase kemunculan Ahli Qira’at
Fase ketiga ini berlangsung pada sekitar akhir abad pertama sampai awal abad kedua Hijriyah. Yaitu setelah pengajaran qira’at berlangsung sedemikian lama, maka muncullah ulama ahli qira’at dari kalangan tabi’in dan tabi’ al-tabi’in. Seperti di Basrah muncul ulama terkenal Yahya bin Ya’mar (w. 90 H) yang kemudian di kenal sebagai orang pertama yang menulis qira’at.
Fase Keempat: Fase penulisan ilmu Qira’at
Fase ini berlangsung bersamaan dengan masa penulisan berbagai macam ilmu keislaman, seperti ilmu hadis, tafsir, tarikh dan lain sebagainya, yaitu sekitar permulaan abad kedua Hijriyah. Maka pada fase ini mulai muncul karya-karya dalam bidang qira’at.

Sebagian ulama muta’akhirin berpendapat bahwa yang pertama kali menuliskan buku tentang ilmu qiraat adalah Yahyâ bin Ya’mar, ahli qira’at dari Basrah. Kemudian di susul oleh beberapa imam qurrâ’, diantaranya yaitu :

1. ‘Abdullah bin ‘Âmir (w. 118 H) dari Syam. Kitabnya Ikhtilâfât Masâhif al-Syâm wa al-Hijâz wa al-‘Irâq.
2. Abân bin Taghlib (w. 141 H) dari Kufah. Kitabnya Ma’ânî al-Qur’an dan kitab Al Qirâ’ât.
3. Muqâtil bin Sulaimân (w. 150 H)
4. Abû ‘Amr bin al-‘Alâ’ (w. 156 H)
5. Hamzah bin Habîb al-Ziyât (w. 156 H)
6. Zâidah bin Qadâmah al-Tsaqafi (w. 161 H)
7. Hârûn bin Mûsâ al-A’ûr (w. 170 H)
8. ‘Abdul Hamîd bin ‘Abdul Majîd al-Akhfasy al-Kabîr (w. 177 H)
9. ‘Alî bin Hamzah al-Kisâ’i (w. 189 H)
10. Ya’qûb bin Ishâq al-Hadramî (w. 205 H)
11. Abû ‘Ubaid al-Qâsim bin Sallâm (w. 224 H). Kitabnya Al-Qirâ’ât.

Menurut Ibn al-Jazari, imam pertama yang dipandang telah menghimpun bermacam-macam qira’at dalam satu kitab adalah Abû ‘Ubaid al-Qâsim bin Sallâm. Ia mengumpulkan dua puluh lima orang ulama ahli qira’at, termasuk di dalamnya imam yang tujuh (imam-imam Qira’at Sab’ah).
Fase kelima: Fase Pembakuan Qira’at Sab’ah
Pada peringkat awal pembukuan ilmu qira’ at yang dirintis oleh Abû ‘Ubaid al-Qâsim bin Sallâm dan para imam tersebut di atas, istilah qira’at tujuh belum dikenal. Pada masa ini, mereka hanya mengangkat sejumlah qira’at yang banyak ke dalam karangan-karangannya. Barulah pada permulaan abad kedua Hijrah orang mulai tertarik kepada qira’at atau bacaan beberapa imam yang mereka kenali. Umpamanya di Basrah orang tertarik pada qira’at Abû ‘Amr (w. 154 H) dan Ya’qûb (w. 205 H), di Kufah orang tertarik pada bacaan Hamzah ( w. 156 H) dan ‘Âsim (w. 127 H), di Syam orang memilih qira’at Ibn ‘Âmir (w. 118 H), di Mekah mereka memilih qira’at Ibn Katsîr (w. 120 H), dan di Madinah memilih qira’at Nâfi’ (w. 199 H).
Di penghujung abad ketiga Hijrah, barulah Ibn Mujâhid (w. 325 H) mencetuskan istilah Qira’at Sab’ah atau Qira’at Tujuh, yaitu tujuh macam qira’at yang dipopulerkan oleh tujuh imam qira’at tersebut di atas dengan menetapkan nama al-Kisâ’i (w. 189 H), salah seorang ahli qira’at dari Kufah, dan membuang nama Ya’qûb dari kelompok qari’ tersebut. Maka mulai saat itulah awal mulanya muncul sebutan Qira’at Sab’ah.
Fase keenam: Fase Pengukuhan Qira’at Sab’ah
Fase ini berlangsung setelah kemunculan kitab Al-Sab’ah karya Ibn Mujahid. Fase ini menjadi fase yang berpenting dalam sejarah penulisan ilmu qira’at. Karena sebagaimana di ketahui bahwa penulisan ilmu qira’at pada masa sebelum Ibn Mujahid bisa dikatakan tidak selektif tapi lebih kepada penulisan qira’at yang sampai kepada mereka dari guru-guru mereka. Karena itu ulama yang pro terhadap gagasan Ibn Mujahid banyak yang memburu riwayatnya imam tujuh tersebut dari berbagai macam jalur periwayatan. Hasil dari perburuan itu tercantum dalam kitab-kitab qira’at sab’ah yang datang setelahnya. Istilah Qira’at Sab’ah menjadi semakin kokoh dan masyhur dengan munculnya kitab At Taisir karya Abû ‘Amr al-Dâni (w. 444 H). Yang menonjol dari kitab ini adalah penyederhanaan rawi dari setiap imam dengan hanya dua perawi, padahal sebagaimana di ketahui bahwa perawi setiap imam biasanya berjumlah puluhan bahkan ratusan.

Periwayat-periwayat imam tujuh yang masyhur ialah:
1. Qâlûn (w. 220 H) dan Warsy (w. 197 H), meriwayatkan qira’at dari Imam Nâfi’
2. Qumbul (w. 291 H) dan Al-Bazzi (w. 250 H), meriwayatkan qira’at dari Imam Ibn Katsîr
3. Al-Dûri (w. 246 H) dan Al-Sûsi (w. 261 H), meriwayatkan qira’at dari Imam Abû ‘Amr
4. Hisyâm (w. 245 H) dan Ibn Dzakwân (w. 242 H), meriwayatkan qira’at dari Imam Ibn ‘Âmir
5. Syu’bah (w. 193 H) dan Hafs (w. 180 H), meriwayatkan qira’at dari Imam ‘Âsim
6. Khalaf (w. 229 H) dan Khallâd (w. 220 H), meriwayatkan qira’at dari Imam Hamzah
7. Abû al-Hârits (w. 240 H) dan Dûri al-Kisâ’i (w. 246 H), meriwayatkan qira’at dari Imam Al-Kisâ’i.
Qira’at Sab’ah bertambah kokoh setelah kemunculan imam Al-Syatibî (w. 591 H) yang telah berhasil menulis materi Qira’at Sab’ah yang terdapat dalam kitab At-Taisir menjadi untaian syair yang sangat indah dan menggugah. Syair itu berjumlah 1171 bait. Kumpulan syair-syair itu di namakan “Hirz al-Amâni wa Wajh al-Tahâni” yang kemudian lebih di kenal dengan sebutan “Syâtibiyyah”. Syair-syair Syâtibiyyah ini telah menggugah banyak ahli qira’at untuk mensyarahinya. Jumlah kitab yang mensyarahi syair Syâtibiyyah ini lebih dari lima puluh kitab.
Macam-macam Qira’at, Hukum dan Kaidahnya
Ibn Mujâhid sebagai tokoh negara serta salah seorang pakar keagamaan memiliki pengaruh besar atas berlangsungnya keragaman bacaan. Ibn Mujâhid mencoba menetapkan standarisasi baru disahkannya sebuah qira’at. Kemudian lahirlah tujuh qira’at yang terbagi menjadi tujuh imam plus dua perawi di antara satu imam. Satu klaim bahwa bacaan sah adalah ajaran dari riwayat yang bersumber dari guru dengan persetujuan ulama-ulama lain serta memiliki kredibilitas (tsiqah) diakui.
 Konsep ini pada dasarnya menguatkan tiga syarat utama atau kaidah qira’at yang sahîh, yaitu :
1. Qira’at itu harus sahîh sanadnya, yaitu bersumber dari rawi-rawi yang tsiqah dengan mata rantai sampai kepada Rasulullah saw.
2. Qira’at tersebut sesuai dengan kaidah Bahasa Arab. Syarat ini tidak berlaku sepenuhnya sebab ada sebagian bacaan yang tidak sesuai dengan tata bahasa Arab, namun karena sanadnya sahîh dan mutawâtir maka qira’atnya dianggap sahîh.
3. Qira’at sesuai dengan salah satu Mushaf Utsmâni yang dikirimkan ke daerah-daerah, karena ia mencakupi Sab’atu Ahruf.
Macam-macam Qira’aat
Sebagian ulama menyimpulkan macam-macam qira’at menjadi enam macam:
1. Mutawâtir, yaitu qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar periwayat yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta, dari sejumlah orang yang seperti itu dan sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah saw.
2. Masyhûr, yaitu qira’at yang sahîh sanadnya tetapi tidak mencapai derajat mutawâtir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan rasam Utsmâni serta terkenal pula di kalangan para ahli qira’at dan tidak terdapat cacat.
3. Âhâd, yaitu qira’at yang sahîh sanadnya tetapi tidak sesuai atau menyalahi rasam Utsmâni, menyalahi kaidah bahasa Arab atau tidak terkenal seperti halnya dua qira’at yang telah disebutkan. Qira’at semacam ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan bacaannya.
4. Syâdz, yaitu qira’at yang tidak sahîh sanadnya, seperti qira’at malaka yaumaddîn (al-Fâtihah ayat 4), dengan bentuk fi’il mâdi dan menasabkan yauma.
5. Mawdû’, yaitu qira’at yang tidak ada asalnya. Contohnya qira’at imam Muhammad bin Ja’far al-Khuza’i dalam membaca firman Allah swt. dalam surat Fâtir ayat 28:
Dia membaca dengan dengan merafa’kan lafaz Allah dan menasabkan lafaz al-‘Ulamâ’.
6. Mudraj, yaitu yang ditambahkan ke dalam qira’at sebagai penafsiran, seperti qira’at Ibn ‘Abbâs.
Kalimat adalah penafsiran yang disisipkan ke dalam ayat.

Sebab-Sebab Perbedaan Qira’at

Diantara sebab-sebab munculnya beberapa qiraat yang berbeda adalah sebagai berikut :[2][2]
1. Perbadaan qiraat nabi. Artinya dalam mengerjakan al-quran kepada para sahabatnya, nabi memakai beberapa versi qiraat.
2. Pengakuan dari nabi terhadap berbagai qiraat yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu. Hal ini menyangkut dialek mereka dalam mengucapkan kata-kata dalam alquran.
3. Adanya riwayat dari para sahabat nabi menyangkut berbagai versi qiraat yang ada.
4. Adanya lahjjah kebahasaaan di kalangan bangsa arab pada masa turunya al-quran.





Sabtu, 13 Oktober 2012

ILMU RASM QUR’AN



A.  Pengertian Rasmil Qur’an
        Rasm berasal dari kata رَسَمَ ـ يرسُم ـ رسماً, artinya menggambar atau   melukis. Kata rasm ini juga biasa diartikan sebagai sesuatu yang resmi atau menurut aturan. Jadi  Rasmil Qur’an berarti tulisan atau penulisan Al-Qur’an yang mempunyai metode-metode tertentu.

        Para ulama lebih cenderung menamainya dengan istilah rasmul Mushaf. Ada pula yang menyebut rasm al-Qur’an dengan rasm ‘Usmany dikarenakan istilah ini lahir bersamaan dengan lahirnya mushaf ‘Utsman, yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empatyang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin al-Harits yang ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu
       
        Ilmu Rasm ialah satu ilmu yang membincangkan cara menulis lafaz-lafaz atau sebutan untuk memelihara penyebutan huruf-hurufnya dari segi lafaz, huruf-huruf asal dan ilmu yang membahaskan kaedah menambah, mengurang, menyambung, memisah dan menggantikan huruf.

B.   PENULISAN AL-QURAN (ILMU RASM)
        Penulisan (Rasm) Al-Quran ini adalah satu sunnah Rasulullah s.a.w. yang diikuti secra ijma' (kesepakatan) oleh seluruh ulam mujtahidin kerana tulisan ini adalah berbentuk tsuqifiyyah dan ia dibuat di bawah pengawasan Nabi Muhammad s.a.w.
        Ali Al-Shobuni membagi kedalam dua masa tentang pengumpulan dan penulisan al-qur’an, yaitu masa rasulullah SAW, dan masa khulafaurrasyidin.

        Telah diketahui bahwa pengumpulan al-qur’an pada masa Rasulullah SAW, dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1)      Pengumpulan dalam dada dengan cara menghafal
2)      Pengumpulan dalam wujud tulisan, yaitu menulis dan mengukirnya.

        Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi adalah penyusunan surat dan ayat secara sistematis, namun belum terkumpul dalam satu mushaf melainkan dalam keadaan terpisah-pisah.
       
        Dalam proses penulisan di zaman Rasulullah SAW. Yang menulis Al-Quran  yaitu Abu bakar, Umar, Utsman, Ali, Abban Bin Said, Khalid Bin Walid, dan Muawiyah Bin Abi Sofyan. Setiap kali menerima wahyu Rasulullah SAW, memanggil para sekretarisnya untuk menulis wahyu yang baru diterimanya.

        Di zaman khalifah Abu Bakar, Allah SWT menggerakkan kaum muslimin terhadap kebaikan ini pada waktu perang yamamah karena banyaknya para qura’ yang terbunuh, maka Umar Bin Khattab dengan segera pergi ketempat Abu Bakar yang saat itu menjabat sebagai khalifah. Karena Umar khawatir meninggalnya para qura’ di tempat-tempat lain sebagaimana perang yamamah, sehingga kaum muslimin kehilangan pedoman agama Islam dan sulit akan memperolehnya kitab mereka.

        Umar mendiskusikan kepada Abu Bakar tentang rencana pengumpulan al-qur’an, setelah umar menguraikan sebab-sebab yang melatar belakanginya, Abu Bakar diam mempertimbangkanya. Kemudian Abu Bakar dan Umar mengutus zaid Bin Tsabit, salah seorang penulis wahyu dizaman Rasulullah. Maka datanglah Zaid Bin Tsabit ke majlis Abu Bakar dan Umar, mendengarkan mereka berdua tentang Al-Qur’an, lalu zaid menyetujuinya. Dan ketika Abu Bakar mendapati tanggapan positif dari Zaid, beliau berkata: “Sesungguhnya kamu pemuda cerdas, dulu kamu telah menulis wahyu untuk Rasulullah, maka telitilah al-qur’an dan kumpulkanlah”.

        Terus meneruslah Zaid meneliti Al-Quran dengan mengumpulkan dan menuliskannya dan Zaid sendiri orang yang hafal Al-Qur’an, sehingga hafalannya itu sedikit mengurangi bebannya namun demikian zaid tidaklah mencukupkan dengan hafalannya dalam menetapkan ayat yang terdapat perselsihan kecuali dengan saksi.

        Begitu pula dalam melaksanakan amanah menulis Al-Qur’an tidak mengandalkan hanya hafalannya saja atau melalui pendengaranya saja akan tetapi bertitik tolak dari pada penyelidikan yang mendalam dari dua sumber, yakni:
1) sumber hafalan  yang tersimpan dalam dada hati para sahabat,
2) sumber tulisan yang ditulis pada zaman Rasulullah SAW.

        Disini berarti, hafalan  dan tulisan harus terpenuhi seperti itulah bentuk kehati-hatian Zaid Bin Tsabit dalam menulis Al-Qur’an. Setelah selesai, Al-Qur’an dikumpulkan dan ditulis kemudian diserahkan kepada Abu Bakar, dan beliau menyimpan baik-baik hingga wafatnya. Sepeninggal Abu Bakar, ia digantikan oleh Umar Bin Khattab yang kemudian disimpannya naskah itu. Dan setelah wafatnya Umar Bin Khattab, Naskah itu kembali diserahkan kepada Hafshah.

        Di zaman khalifah Utsman ketika mendengar laporan Hudzaifah tentang terjadi perpecahan dikalangan kaum muslimin tentang perbedaan qira’ah Al-Qur’an yang mengarah kepada saling pengklaiman tentang kafir mengkafirkan. Khalifah Utsman ra, segera meminta mushaf yang disimpan di rumah Hafsah, lalu menugaskan Zaid Bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair, Said Ibnu Al-Ash dan Abdurrahman Ibn Hisyam untuk menyalinnya dalam beberapa mushaf. Kata Utsman, ‘jika kalian bertiga dan Zaid Bin Tsabit berselisih pendapat tentang hal Al-Qur’an, maka tulislah dengan ucapan atau lisan quraish karena al-quran diturunkan dengan lisan quraish”

        Dalam kerja penyalinan Al-Qur’an ini mereka mengikuti ketentuan-ketentuan yang disetujui oleh khalifah Utsman. Ketentuan itu adalah bahwa mereka menyalin ayat berdasarkan riwayat mutawatir, mengabaikan ayat-ayat mansukh yang tidak diyakini dibaca kembali di masa hidup Nabi SAW, tulisannya secara maksimal mampu mengakomodasik qira’at yang berbeda-beda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak termasuk ayat Al-Quran. Para penulis  dan para sahabat setuju dengan tulisan yang mereka gunakan ini.

        Para ulama menyebut cara penulisan ini sebagai Rasm  Al-Mushaf. Karena cara penulisan disetujui Utsman sehingga sering pula dibangsakan kepada Utsman, sehingga mereka menyebutnya Rasm Utsman atau Rasm Utsmani. Namun demikian, pengertian rasm ini terbatas pada tulisan mushaf oleh tim empat di zaman Utsman, karena khawatir akan beredarnya dan menimbulkan perselisihan dikalangan ummat islam. Hal ini nanti membuka peluang bagi ulama kemudian untuk berbeda pendapat tentang kewajiban mengikuti rasm Utsmani.

        Tulisan Al-Quran dengan menggunakan khat nasakh mulai dicetak buat pertama kalinya di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 Masehi (1113 Hijrah) dan seterusnya dicetak di negara-negara Islam yang lain hingga  hari ini.

C.   TAHAP PENULISAN AL-QURAN
                     Penulisan Al-Quran Rasm Utsmani seperti yang terdapat sekarang ini melalui beberapa tahapan berikut ini :
1.      Belum meletakkan tanda sembarangan.
2.      Pemberian titik dan baris  dilakukan dalam tiga fase :
a.       Pada zaman Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan.
Saat itu, Muawiyah menugaskan Abu Aswad Ad-dualy untuk meletakkan tanda baca (i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan membaca.

b.      Pada zaman Abdul Malik bin Marwan (65 H),
khalifah kelima Dinasti Umayyah itu menugaskan salah seorang gubernur pada masa itu, Al Hajjaj bin Yusuf, untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya.
Misalnya :  huruf baa’  (ب)dengan satu titik di bawah, huruf ta  (ت) dengan dua titik di atas, dan tsa dengan tiga titik di atas. Pada masa itu, Al Hajjaj minta bantuan kepada Nashr bin ‘Ashim dan Hay bin Ya’mar. 

c.       Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Diberikan tanda baris berupa dhamah, fathah, kasrah, dan sukun untuk memperindah dan memudahkan umat Islam dalam membaca Alquran. Pemberian tanda baris ini mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy, seorang ensiklopedi bahasa Arab terkemuka kala itu. Menurut sebuah riwayat, Khalil bin Ahmad juga yang memberikan tanda hamzah, tasydid, dan isymam. 

3.      Pemberian tanda baca tajwid.
        Pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Alquran, khususnya bagi orang selain Arab, dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa isymam, rum, dan mad.

4.      Pemberian tanda pada tulisan al-qur’an
        Membuat tanda lingkaran bulat sebagai pemisah ayat dan mencantumkan nomor ayat, tanda-tanda wakaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri atas nama, tempat turun, jumlah ayat, dan jumlah ‘ain. Tajzi’, yaitu tanda pemisah antara satu Juz dan yang lainnya, berupa kata ‘juz’ dan diikuti dengan penomorannya dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah juz, dan juz itu sendiri.

D.   PEMBAGIAN  RASM
                  Melihat dari spesifikasi cara penulisan kalimat-kalimat arab rasm a-lqur’an dibagi menjadi tiga macam:
1)      Rasm Qiyasi      (الرسم القياسى)
2)       Rasm A’rudi     (الرسم العروضي)
3)      Rasm Usman       (الرسم العثمان)
Berikut penjelasan dari masing-masing ungkapan diatas:
1.      Rasm Qiasi / Imla'i
                           Rasmul Imla’i adalah penulisan menurut kelaziman pengucapan / pertuturan.
                                 Ada pendapat yang mengatakan  bahwa Al-Qur’an dengan rasm imla’I  dapat dibenarkan, tetapi khusus bagi orang awam. Bagi para ulama atau yang memahami rasm Utsmani  tetap wajib mempertahankan keaslian rasm Utsmani.
                           Pendapat diatas diperkuat oleh  Al-Zarqani  dengan mengatakan bahwa rasm Imla’I diperlukan untuk menghindarkan ummat dari kesalahan membaca Al-Qur’an, sedangkan rasm Utsmani di perlukan untuk memelihara keaslian mushaf Al-Qur’an. Tampaknya, pendapat ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi ummat, disatu pihak mereka ingin melestarikan rasm Utsmani, sementara dipihak lain mereka menghendaki dilakukannya penulisan Al-Qur’an denganrasm Imla’I untuk memberikan kemudahan bagi kaum muslimin yang kemungkinan mendapat kesulitan membaca  Al-Qur’an dengan rasm Utsmani.
       
                           Namun demikian, kesepakatan para penulis Al-Qur’an dengan rasm Utsmani harus diindahkan dalam pengertian menjadikannya sebagai rujukan yang keberadaannya tidak boleh hilang dari masyarakat Islam. Sementara jumlah ummat Islam dewasa ini cukup besar yang tidak menguasai rasm Utsmani. Bahkan, tidak sedikit jumlah ummat Islam untuk mampu membaca aksara arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu mereka agar dapat membaca ayat-ayat Al-Qur’an, seperti tulisan latin. Namun demikian Rasm Utsmani harus dipelihara sebagai  standar rujukan ketika dibutuhkan.

                           Demikian juga tulisan ayat-ayat Al-Qur’an dalam karya ilmiah, rasm Utsmani mutlak diharuskan karena statusnya sudah masuk dalam kategori rujukan dan penulisannya tidak mempunyai alasan untuk mengabaikannya. Dari sini kita dapat memahami bahwa menjaga keotentikan Al-Qur’an tetap merujuk kepada penulisan mushaf Utsmani. Akan tetapi segi pemahaman membaca Al-Qur’an bisa mengunakan penulisan yang lain berdasarkan tulisan yang dalam proses penulisan Al-Qur’an mulai dari Zaman Rasulullah, zaman khalifah Abu Bakar sampai khalifah Utsman Bin Affan yang penulisnya tidak pernah lepas dari Zaid Bin Tsabit yang merupakan sekretaris Rasulullah SAW. Secara historis ini membuktikan bahwa Allah SWT tetap menjaga dan memelihara keotentikan Al-Qur’an.

2.       Rasm ‘Arudi 
                           Rasm ‘Arudi  ialah cara menuliskan kalimat-kalimat arab disesuaikan dengan wazan sya’ir-sya’ir arab. Hal itu dilakukan untuk mengetahui “bahr” (nama macam sya’ir).  Dari sya’ir tersebut contohnya seperti :
 وليل كموج البحر ار خي سدو له   sepotong sya’ir Imri’il qais tersebut jika ditulis akan berbentuk:
 وليلن كموج البح ر ار خي سدو لهو  sesuai dengan فعو لن مفا عيلن فعولن مفا عيلن sebagai timbangan  sya’ir yang mempunyai “ bahar tawil.”

3.      Rasm Utsmani
                           Rasmul Utsmani adalah pola penulisan Al-Qur’an pada masa Utsman dan disetujui oleh Utsman.  

                           Rasm utsmani menjadi salah satu cabang ilmu pengetahuan yang bernama Ilmu Rasm Utsmani. Ilmu ini didefinisikan sebagai ilmu untuk mengetahui segi-segi perbedaan antara Rasm utsmani dan untuk mengetahui segi perbedaan antara rasm utsmani dan kaidah-kaidah rasm istilahi (rasm yang biasa selalu memperhatikan kecocokan antara tulisan dan ucapan) sebagai berikut contoh antara rasm utsmani dengan rasm istilahi.

ü    Dalam rasm utsmani lafaz (لايستوون) ditulis (لايستون)
¨      Lafaz (الصلاة) ditulis (الصلوة)
¨      Lafaz (الزكاة) ditulis (الزكوة)
¨      Lafaz (الحياة) ditulis (الحيوة)

Ø  Hukum Mengikuti Rasm Utsmani

                           Dalam kitab Al-Muhith Al-Burhaniy, kitab fiqh Al-Hanafiyyah terdapat pernyataan :

إنه ينبغى أن لا يكتب المصحف بغير الرسم العثمانى .
“ sesungguhnya tidak diperkenankan menulis mushaf , kecuali dengan rasm utsmani.”

                           Tulisan al-qur’an bukan tauqifi (tergantung pada petunjuk nabi atau allah) . tulisan yang sudah ditetapkan dan disepakati pada masa itu boleh saja tidak diikuti . Ulama  yang menguatkan pendapat ini ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya dan al-qadhi abu bakar dala kitabnya al-intishar. Menurut beliau tidak ditemukan nash maupun mafhum (yang dipahami dari ) nash yang menunjukkan kepada kemestian menulis al-Qur’an dengan satu macam tulisan. Demikian juga Tidak pernah ditemukan riyawat Nabi mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat dikutip oleh Rajab Farjani : “Sesungguhnya Rasulullah saw, memerintahkan menulis Al-Qur’an, tetapi tidak memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak pula melarang menulisnya dengan pola-pola tertentu. Sunnah Nabi menunjukkan kepada kebilehan menulis Al-Qur’an dengan cara yang mudah

Ø  Perbaikan Rasmul Utsmani

                           Mushaf Utsmani tidak memakai tanda baca titik dan syakal, karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal dengan harakat dan pemberian titik.

                           Ketika bahasa arab mulai mengalami kerusakan karena banyaknya percampuran (dengan bahasa non arab), maka para penguasa merasa pentingnya ada perbaikan Mushaf syakal, titik dan lain-lain yang dapat membantu pembacaan yang benar. Banyak ulama yang berpendapat bahwa orang pertama yang melakukan hal itu adalah Abu Aswad ad-Du’ali, peletak pertama dasar-dasar kaidah bahasa arab, atas permintaan Ali bin Abi Talib.

                           Perbaikan rasm Mushaf itu berjalan secara bertahap. Pada awalnya syakal berupa titik: fathah berupa satu titik diatas awal huruf, tanda kasrah berupa satu titik dibawah awal huruf, tanda dhammah berupa satu titik diatas akhir huruf, dan tanda sukun berupa dua titik. Kemudian terjadi perubahan penentuan harakat yang berasal dari huruf, dan itulah yang dilakukan oleh al-Khalil. Perubahan itu ialah fathah adalah dengan tanda sempang diatas huruf, kasrah berupa tanda sempang dibawah huruf, dhammah dengan wawu kecil diatas huruf dan tanwin dengan tambahan tanda serupa. Perhatian untuk menyempurnakan rasm Mushaf, kini telah mencapai puncaknya dalam bentuk tulisan Arab (al-khattul ‘arabiy).

Ø  Manfaat Ilmu Rasm Utsmani
1)       Mengetahui persambungan sanad mengenai al-qur’an.
2)       Mengetahui penunjukan asal harakat, seperti penulisan kasroh pada huruf yaa’, dhommah pada wawu.
3)       Mengetahui penunjuk sebagian bahasa fashih .
Seperti : pembuangan akhir huruf fi’il mudhori’ mu’tal ghairu jazzim.
4)      Mengetahui penunjukkan pengertian yang tersembunyi.

Ø  Dengan demikian rasm Al-qur’an yang telah dipergunakan pada masa khalifah Utsman mempunyai beberapa nilai diantaranya :
¨       Rasm utsmani memberikan kontribusi yang sangat besar karena rasm utsmani merupakan sejarah dan kebudayaan arab masa lalu
¨       Dengan adanya rasm utsmani maka erat sekali persamaan kita saat ini dengan para sahabat yang hidup pada kurun abad pertama hijriyah
¨       Salah satu syarat bacaan yang diterima qiraat qur’an dari berbagai versi bacaan adalah jika sesuai dengan rasm utsmani
¨       Terjaganya kemurnian Alqur’an

E.   KAIDAH RASM AL-QUR’AN
            Para Ulama meringkas kaidah-kaidah itu menjadi 6 istilah, yaitu:
a)      Al-Hadzf  (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf).
      Contohnya : 
·           menghilangkan  huruf  alif  pada  yaa` nida`,seperti ياَ يّها   النّاس menurut kaidah imlak  (يااْيها الناس)
·           membuang huruf yaa’ , huruf yaa’ dibuang dari manqushah munawwan , baik berharakat rafa’ maupun jarr, seperti  باغ   aslnya با غِى
·           membuang huruf wawu , dibuang apabila bergandengan dengan wawu yang lain. Seperti لاَ يَسْتَوْنَ asalnya  لا يَسْتَوُوْنَ
·           membuang huruf lam , dihilangkan apabila dalam keadaan idhghom . seperti  الَّيْلُ  dan الّذى  asal keduanya  اللَّيْلُ   dan  اللَّذى

b)      Al-Ziyadah  ( penambahan),
      Contoh  :
·         menambahkan huruf alif setelah  wawu pada akhir isim jama’
                                 seperti ungkapan  اُولُوا الاَلباب dan   مُلا قُوارَبِّهم
·           menambah  alif setelah  hamzah  marsumah  wawu (hamzah yang terletak di atas tulisan wawu) (ؤ ).
seperti :     تَا الله تَفْتَؤُا   asalnya تَا الله تَفتَأُ
·           Penambahan huruf “yaa’ pada kata-kata  مِنْ تِلْقَائِ نَفْسِى    dan    حِجَابٍمن ورائ
·           Penambahan huruf “wawu”, pada kata-kata tertentu   اولات  اولاء , الئك  , اولوا dan ساوريكم.

c)      Al-Hamzah,
Apabila hamzah berharakat sukun, ditulis dengan huruf berharakat yang sebelumnya. Seperti : ائْذنْ kecuali pada beberapa keadaan.
·      Al-Hamzah al-Sakinah yang aslinya ditulis di atas huruf yang sesuai dengan harakat sebelumnya, baik di awal, tengah, maupun akhir, seperti  هيء ,(جئنك),(اقرأ)    kecuali dalam kata-kata tertentu, seperti (فادارءثم) dan (ورءيا)   maka kedua kata tersebut hurufnya dihilangkan dan hamzah ditulis menyendiri.
·      Al-Hamzah al-Mutaharrikah apabila berada di awal kata atau digabungkan dengan huruf tambahan, hamzah tersebut ditulis  dengan alif secara pasti (mutlak, baik dalam keadaan fatah, dammah maupun kasrah, seperti kata (اولوا).(اذا),(أيوب),(فيأئ),(سأصرف)kecuali di tempat-tempat tertentu seperti قل أئنكم لثكفرون  di dalam surah fushilat.

d)     Badal (penggantian),
      Contoh : 
·      Alif di tulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata :  الصّلوةَ , الزّكوةّ
·      Alif di tulis dengan yaa’ pada kata :   أنّى , على , إلى   yang berarti كيف , متى , بلى, لدى
·      Alif di gantindengan huruf nun taukid khafifah pada kata إذًا  pada ungkapan (وكأين من نبي), maka ditulis dengan nun’.
·      Ha’ at-Ta’nis ( ة ) ditulis dengan huruf ta (ث) .seperti kata رحمة    menjadi  رحمت .

e)      Washal (penyambungan) dan Fashl (pemisahan)
Washl : metode penyambungan kata yang mengakibatkan hilang atau dibuangnya huruf tertentu.
Contoh :
·         (من ) min bersambng dengan maa ( ما )  penulisannya di sambung dan huruf nun pada mim tidak ditulis.
Seperti :   ممّاَ   kecuali pada من ما ملكت أيْما نكم
·         ( إِنْ )  in disusul dengan maa ( ما )  ditulis bersambung dengan meniadakan nun sehingga imma  ( إمَّا ) , kecuali pada  تو عدُون  إنْ مَا
·         ( مِن ) min disusul   dengan man (   مَنْ )  ditulis bersambung dengan menghilangkan huruf nun sehingga menjadi  mimman  ( ممَّنْ )  bukan   مِنْ مَنْ

f)       Kata yang dapat dibaca dua bunyi
         Suatu kata yang boleh dibaca dengan dua cara tapi penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Tetapi yang kita maksudkan bukan bacaan yang janggal (syaddzah).
         Di dalam mushaf `Utsmani, penulisan kata semacam itu di tulis dengan menghilangkan alif, misalnya “maliki yaumiddin” . Ayat di atas boleh di baca dengan menetapkan alif (yakni di baca dua alif), boleh juga hanya menurut bunyi harakat (yakni dibaca satu alif).


                     Kebanyakan mashaf ditulis mengikut kaedah-kaedah ini. Oleh itu, penulisan mushaf Utsmani ini diakui penulisan yang bersifat tauqifi (penetapan, penentuan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam), maka penggunaan tulisan Imlai atau Qiasi tidaklah diharuskan.
F.    KESIMPULAN
1)      Dengan adanya tanda-tanda tersebut, kini umat Islam di seluruh dunia, apa pun ras dan warna kulit serta bahasa yang dianutnya, mereka mudah membaca Alquran. Ini semua berkat peran tokoh-tokoh di atas dalam membawa umat menjadi lebih baik, terutama dalam membaca Alquran.dia/sya/berbagai sumber
2)       Dengan berpedoman kepada keduanya penulisan Mushhaf Alquran yang dihasilkan akan lebih ilmiah, dan lebih dapat  dipertanggungjawabkan kebenarannya di negeri mana pun dan sampai kapan pun. Wallahu a’lam.
3)      Rasm Al-qur’an adalah tata cara penulisan Al-qur’an, yang biasa disebut juga dengan rasm Utsmani . Status hokum Rasm Al-qur’an masih diperselisihkan dalam tiga hal: apakah tauqifi, bukan tauqifi atau ishtilahi.
Rasm Utsmani memiliki fungsi yang sangat besar dalam menyatukan umat Islam.
Pada awalnya rasm Utsmani tidak memiliki tanda baca tapi kemudian di tambahi dan disempurnakan

G.  DAFTAR PUSTAKA
ü   As-Shalih, Subhi. 1988. Mabahis Fi Ulum Al-Quran. Beirut: Darul Ilmi.
ü  Al-Qattan, Manna Khalil. 2001. Studi Ilmu Ilmu Al-Qur’an. Tarj. Mudzakkir AS. Bandung: Pustaka Litera AntarNusa.hal.215.
ü  Disalin dari kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi Indonesia Belajar Mudah Ilmu Tafsir oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka As-Sunnah, Penerjemah Farid Qurusy