Selasa, 28 Mei 2013
Semua Dalam Kuasa-NYA*
❥ Betapa pun seseorang berusaha sekuat tenaga membina hubungan baik, Kuasa ALLAH lah yang menentukan akhir dari hubungan itu..
❥ Indah berakhir dipelaminan atau TERHEMPAS dalam penantian..
❥ Namun senantiasa optimis dalam Ikhtiar dan berbaik sangkalah kepada ALLAH..
❥ Yang terbaik dilakukan adalah bersabar dan bertawakal ,Dipuncak ikhtiar adalah KEPASRAHAN Yang Indah..
❥ Bersabarlah MENANTI jodohmu..
❥ Dan berprasangka baiklah jika ternyata orang yang engkau HARAPKAN
untuk mendampingimu, Ternyata bukan jodoh yang engkau harapkan..
❥ Tetap optimis bahwa semua akan INDAH pada waktunya..
❥ Insya ALLAH.
Kamis, 23 Mei 2013
PEPERANGAN DI ZAMAN RASULLULLAH
>>>>Peperangan Yang Pernah Dialami Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :
1. Waddan, terjadi pada bulan Shafar 2 H, di Waddan.
2. Buwath, terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal 2 H, di Buwath.
3. Al 'Usyairah, terjadi pada bulan Jumadil Awwal 2 H, di Al 'Usyairah.
4. Perang Badar pertama, terjadi pada bulan Jumadil Akhir 2 H, di Wadi' Shafawan.
5. Perang Badar Kubra, terjadi pada bulan Ramadhan 2 H, di Badar.
6. Bani Sulaim, terjadi pada bulan Syawal tahun 2 H, di Qar'qarah Al Kadr.
7. Bani Qainuqa', terjadi pada bulan Syawal tahun 2 H, di Madinah.
8. As Sawiiq, terjadi pada bulan Dzulhijjah tahun 2 H, di Qar'qarah Al Kadr.
9. Dzu Ammar, terjadi pada bulan Muharam tahun 3 H, di Dzu Ammar.
10. Bahran, terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 3 H, di Bahran.
11. Uhud, terjadi pada bulan Syawal tahun 3 H, di gunung Uhud.
12. Hamra'ul Asad, terjadi pada bulan Syawal tahun 3 H, di Hamra'ul Asad.
13. Bani Nadhir, terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 4 H, di Madinah.
14. Dzatur Riqa', terjadi pada bulan Sya'ban tahun 4 H, di Dzatur Riqa'.
15. Badar akhir, terjadi pada bulan Sya'ban tahun 4 H, di Badar.
16. Daumatul Jandal, terjadi pada bulan Rabi'ul Awal tahun 5 H, di Daumatul Jandal.
17. Bani Musthaliq, terjadi pada bulan Sya'ban tahun 5 H, di Al Marisyiyi'.
18. Khandaq, terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H, di Madinah.
19. Bani Quraizhah, terjadi pada bulan Dzulqa'dah tahun 6 H, di Madinah.
20. Bani Lihyaan, terjadi pada bulan Jumadil Awwal tahun 6 H, di Madinah.
21. Dzi Qarad, terjadi pada bulan Jumadil Awwal tahun 6 H, di Dzi Qarad.
22. Khaibar, terjadi pada bulan Muharam tahun 7 H, di Khaibar.
23. Hunain, terjadi pada bulan Syawal tahun 8 H, di Hunain.
24. Tha'if, terjadi pada bulan Syawal tahun 8 H, di Thaif.
25. Tabuk, terjadi pada bulan Rajab tahun 9 H, di Tabuk.
===
sumber: ust abu asma andre
>>>tambahanan keterangan dari ukhtiy DIAN :
1. Bahwa disana ada peperangan yang tidak terjadi semisal Waddan dan Dzul 'Usyairah, hal ini dapat dilihat pada Sirah Imam Ibnu Hisyam.
2. Terdapat perbedaan didalam menentukan kapan - khususnya bulan - terjadinya perang tersebut, sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai macam kitab sirah dan maghazi.
Senin, 20 Mei 2013
Balaghah "AL-BAYAN"
Al-Bayan (البيان) menurut pengertian bahasa adalah
Al-Kasyafu (الكشف)
yang berarti membuka atau menyatakan. Bisa juga disebut Al-Lidhaah artinya
menerangkan atau menjelaskan. Menurut istilah ulama Balaghah Balaghah adalah
“Dasar-dasar dan kaidah-kaidah untuk mengetahui cara menyampaikan satu makna
dengan beberapa cara yang sebagiannya berbeda dengan sebagian yang lain dalam
menjelaskan segi penunjukan terhadap keadaan makna tersebut.
A.
TASYBIH
(Penyerupaan)
i.
Kaidah :
·
Tasybih Adalah
penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal memiliki kesamaan sifat dengan hal
yang lain. Penjelasan tersebut menggunakan huruf ك atau sejenisnya baik tersurat maupun tersirat.
·
Unsur Tasybih
ada empat yaitu :
1)
musyabbah, Sesuatu yang hendak diserupakan.
2)
musyabbah bih, Sesuatu yang diserupai
(kedua unsur ini disebut
sebagai tharafait-tasybih/dua pihak yang diserupakan)
3)
adat tasybih, Huruf / kata yang menyatakan penyerupaan.
Contoh : , ك , كأن
4)
wajah syibeh, Sifat yang terdapat pada kedua pihak. Wajah syibeh pada musyabbah
bih diisyaratkan lebih kuat dan lebih jelas daripada musyabbah.
Contoh
syair:
Al-Ma’arri menyatakan tentang seseorang yang dipujanya:
أنت كالشّمس فى
الضّياء وإنجا وزت كيوان فى علوّ المكان
(Engkau bagaikan matahari yang memancarkan sinarnya walaupun kau
berada di atas planet Pluto di tempat yang paling tinggi).
Syair di atas menjelaskan bahwa si penyair tahu orang yang
dipujanya memiliki wajah bercahaya dan menyilaukan mata, lalu ia ingin membuat
perumpamaan yang memiliki sifat paling kuat dalam hal menerangi dan ternyata ia
tidak menjumpai suatu hal pun yang lebih kuat daripada sinar matahari. Maka ia
menyempurnakannya dengan matahari, dan untuk itu ia bubuhi huruf ك (kata perumpamaan/seperti).
ii.
Pembagian
Tasybih :
ü Ditinjau dari ada tidaknya alat tasybih :
1)
Tasybih Mursal adalah tasybih yang disebut adat tasybihnya. Contoh:
أنا كالماء
إنرضيت صفاء وإذاما سخطت كنت لهيبا
(Bila aku rela, maka aku setenang air yang jernih; dan bila aku
marah, maka aku sepanas api menyala).
2)
Tasybih
Mu’akkad adalah tasybih
yang dibuang adat tasybihnya.
Contoh:
انت نجم فى رفعة
وضياء تجتليك العيون شرقا وغربا
(Kedudukanmu yang tinggi dan kemashyuranmu bagaikan bintang yang
tinggi lagi bercahya. Semua mata, baik di belahan timur maupun barat, menatap
ke arahmu).
Ø Ditinjau dari ada tidaknya wajh syibh :
3)
Tasybih Mujmal adalah tasybih yang dibuang wajah syibehnya.
Contoh:
وكأنّ الشّمس
المنيرة دينار جلته حدائد الضّرّاب
(Matahari yang bersinar itu sungguh bagaikan dinar {uang logam}
yang tampak kuning cemerlang berkat tempaan besi cetakannya).
4)
Tasybih
Mufashshal
adalah tasybih yang disebut wajah syibehnya. Contoh:
سرنا فى ليل
بهيم كأنّه البحر ظلاما وإرهابا
(Aku berjalan pada suatu malam yang gelap dan menakutkan, bagaikan
berjalan di tengah laut).
Ø
Dilihat dari segi ada tidaknya adat dan wajah
syibeh :
5)
Tasybih Baligh adalah tasybih yang dibuang adat tasybih dan wajah syibehnya.
Contoh:
النّشر مسك
والوجوه دنا نير واطراف الأكفّ عنم
(Baunya yang semerbak itu bak minyak kesturi, wajah-wajahnya yang
berkilauan bak dinar {uang logam} dan ujung-ujung telapak tangannya merah bak
pacar).
Ø Dilihat dari bentuk wajah syibehnya :
6)
Tasybih Tamtsil adalah tasybih yang wajah syibehnya merupakan gambaran yang
dirangkai dari keadaan beberapa hal / menyeluruh,
7)
Ghairi Tamtsil adalah tasybih yang wajah
syibehnya tidak terdiri dari rangkaian gambaran beberapa hal. Wajah syibehnya
terdiri atas satu hal (mufrad).
Contoh tamtsil
:
والماء يفصل بين
روض الزّهر فىالشّطّين فصلا
كبساط وشي جرّدت
ايدي القيون عليه نصلا
“Sungai memisahkan taman bunga itu pada kedua pinggirnya, bagaikan
baju sulaman yang dihamparkan, sedangkan di atasnya tergeletak sebilah pedang
yang telah terhunus dari sarungnya.”
Abu firas menyerupakan keadaan air sungai dengan air yang membelah
tanaman menjadi dua bagian dikedua pinggirnya, yang dihiasi oleh bunga-bunga
indah berwarna-warni, yang tersebar diantara tumbuh-tumbuhan hijau segar,
diserupakan dengan pedang berkilau yang dihunus oleh para pembuat senjata, lalu
diletakkan di atas kain sutra yang bersulamkan aneka warna. Ia hendak menyerupakan suatu keadaan yang ia
lihat dengan keadaan lain yang ia khayalkan . dan wajhu syibhinya adalah
gambaran secara menyeluruh , bukan mufrad. Gambaran yang terdapat pada kedua
pihak adalah adanya warna putih yang memanjang yang dikanan kirinya terdapat
hamparan hijau yang diwaranai diwaranai dengan aneka ragam bunga.
Ø
Tasybih yang keluar dari kebiasaan:
8)
Tasybih Dhimni adalah tasybih yang kedua tharafnya tidak dirangkai dalam bentuk
tasybih yang telah kita kenal, melainkan keduanya hanya berdampingan dalam
susunan kalimat.
Tasybih jenis
ini didatangkan untuk menunjukkan bahwa hukum (makna) yang disandarkan kepada
musyabbah itu mungkin adanya.
Contoh :
قد يشيب الفتى و
ليس عجيبا ان يرى النّور فى القضيب الرّطيب
“Kadang-kadang seorang pemuda beruban dan hal ini tidaklah
mengerankan. Bunga pun dapat keluar pada dahan yang muda dan lembut.”
Dalam syair di atas penyair tidak mengungkapkan tasybih yang jelas
karena ia tidak berkata bahwa seorang pemuda yang telah beruban itu bagaikan
dahan muda yang berbunga melainkan ia menyatakannya secara implisit (tersirat).
9)
Tasybih Maqlub (penyerupaan yang terbalik) adalah menjadikan musyabbah sebagai
musyabbah bih dengan mendakwakan bahwa titik keserupaannya (sifat) lebih kuat
pada musyabbah.
Contoh :
كأنّ سناها
باالعشيّ لصبحها تبسّم عيس حين يلفظ باالوعد
“Seakan-akan cahaya awan di sore hari sampai menjelang pagi itu
adalah senyuman Isa ketika mengucapkan janji.”
Penyair menyerupakan cahaya awan yang terus menerus memantul
sepanjang malam dengan senyuman orang yang dipujinya ketika menjanjikan
pemberian. Padahal sudah pasti bahwa pantulan cahaya awan itu lebih kuat
daripada pantulan cahaya senyuman. Dan yang biasa kita dengar adalah senyuman
diserupakan dengan pantulan cahaya awan, sebagaimana kebiasaan para penyair.
Akan tetapi penyair menyatakan tasybih yang sebaliknya.
iii.
Maksud dan tujuan tasybih (yang semuanya
kembali kepada musyabbah / terkadang kembali kepada musyabbah bih) adalah :
a)
Menjelaskan kemungkinan adanya sesuatu
hal pada musyabbah,
yakni ketika sesuatu yang sangat aneh disandarkan kepada musyabbah
dan keanehan itu tidak lenyap sebelum dijelaskan keanehan serupa dalam kasus
lain.
b)
Menjelaskan keadaan musyabbah,
yakni bila musyabbah tidak dikenal sifatnya sebelum dijelaskan
melalui tasybih yang menjelaskannya. Dengan demikian, tasybih itu memberikan
pengertian yang sama dengan kata sifat.
c)
Menjelaskan kadar keadaan musyabbah,
yakni bila musyabbah sudah diketahui keadaannya secara global lalu
tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian keadaan itu.
d)
Menegaskan keadaan musyabbah,
yakni bila sesuatu yang disandarkan kepada musyabbah itu
membutuhkan penegasan dan penjelasan dengan contoh.
e)
Memperindah atau memperburuk musyabbah.
B.
HAKIKAT dan
MAJAZ
1.
MAJAZ LUGHAWI
Adalah
lafadz yang digunakan dalam makna yang bukan seharusnya karena ada hubungan
yang disertai karinah yang menghalangi pemberian makna hakiki.
Karinah
adakalanya lafdziyyah dan adakalnya haliyah
dan alaqahnya atau illah nya
didasarkan pada aspek bahasa.
a.
ISTI’ARAH
Yaitu tasybih yang dibuang salah satu tharafnya. Oleh karena itu
hubungan makna majazi dan makna hakiki adalah musyabbahah / serupa selamanya.
Dalam isti’arah, musyabbah dinamai musta’ar lah dan musyabbah
bih dinamai musta’ar minhu.
Lafal yang mengandung isti’arah dinamakan musta’ar dan wajh syibh
nya dinamakan jami’.
Qarinahnya ada
dua yaitu qarinah mufrad dan qarinah ghairu mufrod.
Isti’aarah ada
beberapa macam:
·
Ditinjau dari musta’ar
lah dan musta’ar minhu, majaz isti’arah ada dua kategori:
1)
Tashriihiyyah
Yaitu isti’arah yang musyabbah bihnya disebut dengan tegas.
Contoh :
وأقبل يمشى فى البساط فما درى * إلى
البحر يسعى أم إلى البدر يرتقى
Ia maju berjalan di atas permadani , ia tidak tau apakah ia
bergerak menuju laut atau naik ke bulan
Saifud-daulah diserupakan denan laut karena suka memberi. Lafadz
musyabbah bih dipinjamkan untuk menggantikan musyabbah yakni Saifud-daulah,
qarinahnya وأقبل يمشى فى
البساط.
2)
Makniyyah
Yaitu isti’arah yang musyabbah bihnya di buang atau tersembunyi dan
sebagai isyarat ditetapkan sifat khasnya.
Contoh :
إِنِّى َلأَرَى رُؤُوسًا قَدْأَيْنَعَتْ وَحَانَ
قِطَا فُهَا وَإِنىِّ لَصَا حِبُهَا
“Sesungguhnya
aku melihat beberapa kepala yang telah masak dan telah sampai waktu
panennya,dan saya adalah pemiliknya.”
Pemahaman sekilas adalah bahwa ia menyerupakan
kepala dengan buah-buahan.kalimat asal adalah innii la-araa ru-uusan
kats-tsamaraat qad aina’at lalu dibuang musyabbah bih-nya dengan
suatun khayalan bahwa bentuk kepala itu menjelma dalam bentuk buah.sebagai
isyarat dalam musyabbah bih yang dibuang,ditetapkan kata yang menunjukan
sifatnya yang khas yaitu kata aina’at Apabila musyabbah bih-nya
tersembunyi,maka istiaarahnya disebut dengan istiaarah makniyah.demikian
juga dengan lafad imtathaina dan lafad al-madju pada bait
terakhir.
·
Ditinjau dari
segi bentuk lafalnya :
1)
Ashliyyah
Yaitu isti’arah yang musta’arnya atau isimnya berupa isim jamid.
2)
Taba’iyyah
Yaitu isti’arah yang musta’arnya atau isimnya berupa isim musytaq
atau fi’il.
Qarinah pada isti’arah ini adalah makniyyah, namun bila isti’arah
ini diberlakukan pada salah satu dari keduanya , maka tidak dapat dibuat pada
yang lainnya.
·
Ditinjau dari
kata yang mengikutinya :
1)
Murasysyahah
Yaitu isti’arah yang diikuti oleh kata-kata yang
cocok dengan musyabbah bih.
Contoh :
أولئك الذين اشتروا الضلالة بالهدى فما ربحت
تجارتهم ((البقرة:16
“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan
dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan tidaklah mereka
mendapat petunjuk.”
Pada ayat tersebut musta’ar minhu-nya adalah
lafadz الإشتراء
sedangkan musta’ar lah-nya adalah الإختيار
(memilih) karena ada جامع
lafadz yang mantesi (ahsanul faidah / sebaik-baiknya faidah). Adapun qarinah
yang mencegah untuk menggunakan makna asli adalah “"الضلالة. Kata isti’arah الإشتراء pada ayat tersebut di
sesuaikan dengan mulaimnya yaitu فما ربحت تجارتهم, oleh karena itu
dinamakan isti’arah murosyahah.
2)
Muthlaqah
Yaitu isti’arah yang tidak diikuti oleh kata-kata,
baik yang cocok dengan musyabbah bih mauapun musyabbah.
Contoh :
إنا لما طغى الماء حملنا عليكم فى الجارية
Sesungguhnya kami , ketika air telah naik (sampai ke gunung) kami
bawa (nenek moyang kamu) ke dalam bahtera.
( al-haqqah : 11)
Lafadz طغى diserupakan dengan الزيادة karena ada jami’ تجاوزالحد (melebihi batas). Dalam ayat tersebut tidak
menyebutkan mulaim baik dari musyabbah / musyabbah bih, oleh karena itu disebut
isti’arah muthlaqah.
3)
Mujarradah
Yaitu isti’arah yang disertai dengan kata-kata yang
cocok bagi musyabbah.
Contoh :
وليلة مرضت من كل ناحية * فما يضئ لـها نجم ولا قمر
Pada kata فما يضئ لـها نجم ولا قمر terdapat ciri-ciri isti’arah Mujarradah.
4)
Tamtsiliyyah
Yaitu susunan
kalimat yang digunakan bukan pada makna aslinya karena ada hubungan keserupaan
disertai adanya qarinah yang menghalangi pemahaman terhadap kalimat tersebut
dengan maknanya yang asli.
Contoh :
عَادَالسَّيْفُ
إِلَى قِرَابِهِ، وَحَلَّ الَّليْثُ مَنِيْعُ غَا بِهِ
“Pedang itu
telah kembali kesarungnya dan singa itu menempati sarangnya di hutan.(bagi
seorang mujahid yang kembali ke negaranya setelah bepergian).“
Penjelasannya,
ketika seorang laki-laki habis bekerja pulang ke negaranya,maka ia bukanlah
pedang hakiki yang kembali ke sarungnya dan bukan singa hakiki yang yang
menempati kembali sarangnya. Dengan demikian,kedua susunan kalimat itu
tidak dipergunakan dalam arti yang hakikat,sehingga kedua kalimat itu adalah
majaz.karinah nya adalah haliyyah.hubungan antara kedua makna hakiki dan majazi
nya adalah musyabahah (unsure keserupaan) karena keadaan orang yang pergi jauh
dari negaranya untuk bekerja keras dan kembalinya ke Negara nya setelah
lama bersusah payah diserupakan dengn pedang yang terhunus dari sarungnya.
2.
MAJAZ MURSAL
Yaitu Majaz yang alaqahnya ghair musyaabahah (tidak saling
menyerupai), atau lafadz yang digunakan bukan untuk makna yang asli karena ada
nya hubungan yang selain keserupaan serta ada qarinah yanga menghalangi
pemahaman akan makna yang asli.
Hubungan makna asli dan
majazi dalam majaz mursal adalah :
As-sababiyyah, al-musabbabiyyah, al-juz’iyyah, al-kulliyah,
I’tibaaru maa yahuunu. I’tibaaru maa kaana, Al-mahalliyyah, al-halliyyah.
Alaqah antara
musta’ar dan musta’ar minhu majaz mursal berbentuk :
·
Sababiyah: Menyebutkan
sebab sesuatu, sedangkan yang dimaksud adalah sesuatu yang disebabkan
Contoh:
عظمت يد فلان عندى
عظمت يد فلان عندى
“Sesungguhnya
besar tangan si Fulan di sisiku.”
Pada ungkapan
majaz tersebut yang disebut adalah kata” يد “, sedangkan yang dimaksud adalah “النعم” yakni nikmat yang disebabkan oleh tangan.
·
Musabbabiyyah: Menyebutkan
sesuatu yang disebabkan, sedangkan yang dimaksud adalah sebabnya\
Contoh :
أمطرت
السماء نباتا
“Langit
mengucurkan tanaman.”
Pada ungkapan
majaz di atas disebutkan akibatnya yaitu “نباتا”. Sedangkan yang dimaksudkannya adalah “الماء”
·
Juz’iyyah: Menyebutkan
bagian dari sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah keseluruhannya
Contoh:
أرسلت العيون لتطلع أحوال العدو
أرسلت العيون لتطلع أحوال العدو
“Saya
mengirim mata-mata untuk mengamati keadaan musuh.”
Istilah
juziyyah dalam linguistic umum disebut majaz pars prototo.
·
Kulliyah:
Menyebutkan sesuatu keseluruhannya, sedangkan yang dimaksudkannya adalah
sebagiannya
·
I’tibaaru maa
kaana: Menyebutkan sesuatu yang telah terjadi, sedangkan yang dimaksudkannya adalah
yang akan terjadi atau yang belum terjadi
Contoh:
واتوا اليتامى أموالهم
واتوا اليتامى أموالهم
“Dan berikanlah
kepada anak yatim harta benda mereka.”
Pada potongan ayat di atas terdapat kata “اليتامى” (anak yatim ). Maksud yang sebenarnya adalah “Berikanlah harta itu kepada anak yatim ketika mereka sudah dewasa” . Disebutkan kata “اليتامى” yaitu keadaan masa yang sudah lalu, tetapi yang dimaksud adalah masa berikutnya yaitu ketika anak itu sudah dewasa. Karena selama masa kecil (anak yatim ) tidak boleh menguasai harta benda itu.
Pada potongan ayat di atas terdapat kata “اليتامى” (anak yatim ). Maksud yang sebenarnya adalah “Berikanlah harta itu kepada anak yatim ketika mereka sudah dewasa” . Disebutkan kata “اليتامى” yaitu keadaan masa yang sudah lalu, tetapi yang dimaksud adalah masa berikutnya yaitu ketika anak itu sudah dewasa. Karena selama masa kecil (anak yatim ) tidak boleh menguasai harta benda itu.
·
’tibaaru maa
yakuunu: Menyebutkan sesuatu dengan keadaan yang akan terjadi, sedangkan yang
dimaksudkannya adalah keadaan sebelumnya
Contoh:
ودخل معه السجن فتيان قال أحدهما إني أرانى أعصر خمرا
ودخل معه السجن فتيان قال أحدهما إني أرانى أعصر خمرا
“Kedua pemuda
itu masuk kedalam penjara. Salah seorang dari mereka berkata, aku melihat dalam
mimpi bahwa aku memeras arak.”
·
Mahaliyyah:
Menyebutkan tempat sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah menempatinya
Contoh:
قرر المجلس ذلك
قرر المجلس ذلك
“Majlis telah
memutuskan demikian.”
Secara leterlek
yang memutuskan adalah majlis, sedangkan yang dimaksudkannya adalah orang-orang
yang menempati majlis.
·
Haliyyah:
menyebutkan keadaan sesuatu, sedangkan yang dimaksudkannya adalah yang
merasakan keadaan itu
Contoh :
وأما
الذين ابيضت وجوههم ففى رحمة الله هم فيها خالدون.
“Dan
orang-orang yang wajahnya putih, mereka ada di dalam rahmat Allah. Mereka kekal
di dalamnya.” (QS. Ali Imron: 107)
Pada ayat di atas terdapat ungkapan “ففى رحمة”, sedangkan yang dimaksudkannya adalah tempatnya, yaitu syurga yang didalamnya ada rahmat.
Pada ayat di atas terdapat ungkapan “ففى رحمة”, sedangkan yang dimaksudkannya adalah tempatnya, yaitu syurga yang didalamnya ada rahmat.
·
Aliyah: apabila
disebutkan alatnya, sedangkan yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dihasilkan
oleh alat tersebut.
Contoh :
ووهبنالهم من رحمتنا وجعلنا لهم لسان صدق عليا
“Dan kami
anugerahkan kepada mereka sebagian dari rahmat Kami dan Kami jadikan mereka
buat tutur yang baik dan mulia.” (QS. Maryam: 50)Pada ayat di atas terdapat
ungkapan “لسان صدق”.
Secara leksikal ungkapan tersebut bermakna “lisan yang jujur”. Sedangkan
maksudnya adalah bahasa yang jujur atau baik. Penggunaan alat لسان untuk maksud اللغة
dinamakan majaz mursal.
3.
MAJAZ AQLI:
Menyandarkan fi’il atau yang semakna dengannya kepada yang bukan
seharusnya karena ada alaqah (hubungan) yang disertai qarinah yang mencegah
dari penyandaran yang sebenarnya.
Penyandaran majazi adalah penyandaran kepada sebab fi’il , waktu
fi’il, tempat fi’il, atau mashdarnya , atau isim mabni fa’il kepada maf’ulnya
atau isim mabni maf’ul kepada fa’ilnya.
Penyandaran
fi’il atau yang semakna dengannya dilakukan kepada :
a.
Sebab
b.
Penisbatan
kepada waktu
c.
Penisbatan
kepada tempat
d.
Penisbatan
kepada mashdar
e.
Mabni maf’ul
disandarkan kepada isim fa’il
f.
Mabni fa’il
disandarkan kepada isim maf’ul
Contoh
:
ü
Penisbatan
kepada waktu
نهار الزاهد
صائم و ليله قائم
(seorang zahid
itu siangnya berpuasa, sedangkan malamnya shalat)
Pada contoh di atas "صوم"dinisbatkan kepada siang dan shalat malam dinisbatkan pada
malam. Ini juga sebenarnya penisbatan yang tidak tepat. Namun demikian, antara
hal-hal tersebut terdapat ‘alaqah yaitu penisbatan kepada waktu. C. Penisbatan
kepada tempat Contoh: ازدحمت
شوارع القاهرة (Jalan-jalan di Kairo padat)
ü
Penyandaran
fi’il kepada sebab
بنى عمروابن
العاص مدينة فصطاط
(Amr bin ‘Ash
membangun kota fusthat)
Terjadi
penisbatan kata kerja "بنى"
kepada"عمروا
بن العاص" yang bukan sebenarnya. Yang membangun kota Fusthat yang
sebenarnya adalah para insinyur dan para pekerja. Namun demikian Amr Bin ‘Ash
adalah orang yang memerintahkan pembangunan kota tersebut. ‘Alaqah antara
musnad dan musnad ilaihnya adalah sababiyah.
C.
NILAI ISTIAARAH DALAM BALAGAH
Nilai Istiaarah dalam balagah dilhat dari dua
segi. Jika dilihat dari segi lafaznya adalah bahwa susunan kalimatnya
seakan-akan tidah mengindahkan tasybih, namun mengharuskan kita untuk
menghayalkan suatu gambaran baru yang keindahannya memalingkan kita dari
kandunagn kalimat berupa tasybih yang terselubung. Oleh karena itu, nilai
istiaarah dalam balagah lebih besar daripada tasybih baligh, karena tasybih
baligh, sekalipundisusun atas anggapan bahwa musyabbah bih
sama,namun tasybih nya tetap disengaja dan terlihat.berbeda dengan
istu’aarah,padanya tasybih diabaikan lagi tersembunyi.
Adapun nilai isti’aarah dilihat dari segi
rekayasa dan keindahan berilusi dan pengaruhnya dalam jiwa para pendengarnya
adalah kesempatan yang leluasa untuk berkrasi dan adanya arena lomba bagi para
pakar sastra.Contoh
نَسْرِقُ الدَّ
مْعَ فِى اْلجُيُوْ بِ حَيَاءً ٭ وَبِناَ مَا بِنَا مِنَ اْلأَ
شْوَاقِ
Aku menyembunyikan air mataku di kantong baju
karena malu,dan juga keriduan dalam hatiku.
Langganan:
Postingan (Atom)